Azolla microphylla BAIK UNTUK
PEMBUATAN PUPUK
ORGANIK dan GO CLEAN AGRICUTURE?
(Pengetahuan
tentang Azolla microphylla, manfaat
keharaan dan pakan, serta komparasi teoritik dan praktikal dengan Bahan Legum
untuk Agroekosistem)
Oleh:
Ir. R.M. Purwandaru Widyasunu Tondakusuma, MSc.Agr.
Laboratorium Tanah/Manajemen
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Unsoed
HP: 082138733784
By. August 2011
Abstrak
Sejak tahun 2001
Pemerintah telah mencanangkan budidaya tanaman pangan dengan tatakelola organik
dan telah ditegaskan lagi bahwa pada tahun 2010 lalu harus mulai Go Organik. Pada
kurun waktu itu terjadi kesulitan pengadaan bahan pembuatan pupuk organik dan
kesulitan tenologi pengkomposan di tingkat petani karena selama masa revolusi
hijau hanya hampiur 100 % mengandalkan penggunaan pupuk sintetik pabrikan. Setelah
tahun 2010 berlalu dengan melihat
pada kesulitan sistem terutama input budidaya aneka komoditas (tanaman pangan,
kebun, hutan), maka pasti akan ditetapkan Go Inputan Organik. Alasan harus go
organik adalah penambangan material pupuk sangat merusak ekosistem dan pasti high energy and high cost – though fully
risk for ecosystem due to atmospheric, terresterial, and body water damaging
hazard. Namun demikian petani dan penyuluh pertanian mengalami
kegalauan terutama untuk mendapatkan material pembuatan pupuk organik untuk
meningkatkan kandungan ideal (5 persen) bahan organik tanah. Tatakelola
budidaya organik salah satu intinya adalah pengelolaan kesuburan tanah secara
organik-biodinamik. Azolla microphylla adalah tanaman paku air
yang di dalamnya hidup simbionnya Anabaena
azollae. Paku air tersebut telah diteliti oleh penulis dan
peneliti lain pada budidaya tunggalnya maupun budidaya tumpangsari antara
tanaman Padi-Azolla dan mempunyai manfaat luar biasa untuk ketahanan pangan
berbasis penggunaan lahan sawah. Manfaat luar biasanya adalah: menurunkan
volatilisasi amoniak dari perairan dan tanah sawah, menambat N2
atmosfer, kandungan hara makro dan mikro biomassnya tinggi sampai cukup tinggi,
mudah menggandakan diri (doubling time)
prospek tropika hanya dalam 2 malam, kisaran prospek produksi biomass optimal
di tropika bisa mencapai 20-30 ton/ha kering tiris dalam 20-30 hari,
tumpangsari dengan padi bermanfaat pengelolaan keharaan autogenik in-situ,
meningkatkan produksi padi, dan prospek tinggi biomassnya untuk pembuatan pupuk
bokashi dan pupuk organik cair di tingkat petani maupun industri. Pengelolaan Azolla microphylla memerlukan rekayasa: teknis, tata ruang, rekayasa sosial-budaya,
agronomis, dan keindustrian berbasis pemberdayaan kelompok tani. Transformasi iptek dan
riset dengan metode parisipatif on-farm akan mendorong petani untuk segera go
padi organik. Tulisan ini diharapkan dapat menjelaskan prospek pengembangan Azolla microphylla untuk memandirikan
pertanian Indonesia yang dapat diacu oleh mahasiswa, petani, PPL, dan peminat
pertanian alami organis.
Kata kunci: Azolla microphylla, pupuk organic,
kompos, bokashi, pupuk organic cair.
1. Apakah
Azolla itu ??
Azolla
adalah tanaman paku air yang mampu hidup di perairan tawar dengan
ketebalan air optimal 3-5 cm atau bahkan pada permukaan tanah yang lembab.
Azolla bersimbiosis dengan simbionnya yaitu Cyanobakteria Anabaena azollae, sehingga mampu
memfiksasi N2 (BNF= biological
nitrogen fixation) dari atmosfer. Penulis cukup lama (tahun 1996 – 2011) meneliti prospek Azolla (tanaman paku air) yaitu spesies Azolla
microphylla. Pada penelitian
awal (1996-1997, 2001, 2003, 2006) diketahui bahwa pada tumpangsari Padi-Azolla
Azolla
microphylla (Am)
mampu menurunkan
volatilisasi NH3 (93-97%) lahan basah, meningkatkan produktivitas
tanah sawah, dan menyediakan biomassa untuk pembuatan pupuk organik. Selain itu penelitian lain menyatakan
produksi biomassa Am pada lahan sawah adalah
antara 15-20 ton kering tiris/ha/2 minggu, nisbah C/N 14-15,
kandungan
C-organik 40-43 %.
Kandungan biomassa Am kering mengandung total N basah tiris 2,80 – 3,04 % (kering 5 – 6 %), P2O5
2,02 – 2,10 %; K2O 9,06 – 9,72 %, Ca total 5,88 – 6,20 %; Mg total
0,06 – 0,09 % dan C-organik 40,75 –
42,88 % (data primer Widyasunu, 2009). Kandungan K dan Ca dari Am
ternyata bisa tinggi bila air dan lumpur habitatnya berkandungan K+
dan Ca2+ tinggi; feed-backnya
Am berprospek menjadi penyerap kation
tersebut. Dengan demikian, Azolla sangat prospektif untuk mendukung
pertanian organic atau program “ go organic 2010” dan seterusnya.
Hanya saja kita harus melihat pada pertimbangan criteria kualitas pupuk organik
menurut Permentan dan ketersediaan bahan organic lain untuk digunakan meramu
pupuk organic (curah, cair).
2.
Review Kemajuan Riset Dasar dan Agronomis Azolla microphylla
Azolla merupakan tanaman
paku air yang menghendaki lingkungan berair yang tenang (placid) namun tetap
bisa hidup pada air
bergerak tidak terlalu cepat dan pada permukaan tanah yang lembab. Habitat Azolla
adalah lingkungan air terutama kolam, sawah dan saluran-saluran air (Lumpkin
dan Plucknett, 1982), dilaporkan pula terdapat pada rawa-rawa dekat pantai dan
pada sungai-sungai di benua Amerika maupun benua Asia dan kawasan
kepulauannya. Nama daerah (lokal) Azolla
tentunya di seluruh dunia berbeda, di pulau Jawa khususnya di Jawa Tengah
terkenal namanya dengan apon-apon dan di Banyumas namanya apu-apuhan. Azolla,
azo artinya mau kering dan ollyo artinya akan terbunuh, jadi artinya bila
biomassnya menjadi kering tanaman tidak akan hidup. Azolla adalah genus dari
paku air dengan heterospora yang berkembang dari satu sel awalan
(leptosporangiate) (Lumpkin dan Plucknett, 1982). Ada tujuh spesies Azolla
yaitu A. caroliniana, A.
filiculoides, A. mexicana, A. microphylla, A. rubra, A. nilotica, dan A.
pinnata. Azolla microphylla dicirikan oleh trichome hanya pada lembar
daunnya, kondisi masih berkembang tiap frond-nya berdiameter horisontal 1-3 cm
dan mempunyai dua atau lebih flabelliform rhizome utama dengan cabang lateral.
Warnanya hijau muda sampai hijau agak tua dengan sedikit warna lebih kuning
dari spesies lainnya; akar panjangnya bisa 1-2 cm bila tumbuh subur. Temperatur
udara yang sesuai untuk Azolla berkisar antara 20-35°C, sedangkan keperluan pH
air/lumpur juga juga bervariasi antara
4-7 dan bertahan pada penerimaan pencahayaan > 25 % (Lumpkin, 1987); pada pH masam 4,5-5,0 kolam nutrisi
fermentative juga masih berkembang beberapa hari namun akan ikut terdekomposisi
setelah lebih dari satu minggu (Widyasunu et
al., 2011 d). A. microphylla
dapat berkembang dengan optimal di wilayah kabupaten Banyumas baik pada saat
musim hujan maupun kemarau asalkan ada suplai air di sawah, pada
kondisi sedikit melumpur masih bertahan untuk berkembang, pH air antara 6,0-8,5
masih berkembang baik, temperatur udara 28-30° C belum menunjukkan daun terbakar (Widyasunu, 1997), namun bila
penyinaran sampai permukaan frond (populasi) melebihi 70-80% A. microphylla menunjukkan daun coklat
dan terbakar sehingga pertumbuhan dan perkembangan juga terhambat (data primer
Widyasunu, 2009), namun dapat diperbaiki dengan pemberian fosfat dan glukosa
(data primer Widyasunu, 2010). Menurut Tel Or et al. (1991), gula (sukrosa, fruktosa dan glukosa) mampu
meningkatkan fiksasi N udara oleh Cyanobacteria simbion dari Azolla karena alga
biru hijau tersebut memerlukan gula sebagai sumber
karbon. Mekanisme penggunaan gula oleh Cyanobacteria dalam Azolla dapat
direview dalam tulisan berbagai tim peneliti dalam Tel Or et al. (1991).
Azolla micropylla mampu menghasilkan N
dalam ekosistem perairan karena dalam rongga-rongga kamar daunnya tersimpan
hidup Anabaena azollae secara mutualistik yang mampu memfiksasi N2
udara (Lumpkin dan Plucknett, 1982).
Oleh karena itu, Azolla-Anabaena azollae mampu menyumbang N-BNF bagi padi sawah (Lumpkin, 1987;
Mabbayad, 1987; Johal, 1986; Roger dan Ladha, 1992). Di samping itu Azolla juga dilaporkan oleh banyak peneliti mampu meningkatkan
efisiensi pemupukan urea (Moeller, 1994; Vlek et al., 1995; Widyasunu, 1997; Widyasunu et al., 1998). Di Thailand (Loudhapasitiporn dan Kanareugsa, 1987),
Filipina (Roger dan Watanabe, 1977; Mabbayad, 1987), India (Kannaiyan, 1987),
Cina (Zhang et al., 1987), dan banyak
negara lainnya (IRRI, 1987), Azolla
telah lama dikembangkan dan hasilnya mendongkrak produksi padi nasional
negara-negara tersebut karena tingginya efisiensi pemupukan nitrogen-urea,
bahkan masih berlangsung hingga saat ini.
Di Indonesia Azolla juga
pernah dikembangkan namun belum mendapatkan perhatian serius oleh Departemen
Pertanian walaupun telah diketahui manfaat yang luar biasa dari Azolla. Penelitian manfaat agronomis
Azolla di Indonesia belum banyak ditemukan setelah tahun 1990 (studi jurnal
SSAJ 1990– 2000), namun di Jerman (Cisse dan Vlek, 2003) dan di Filipina (De
Macale dan Vlek, 2004) pada tahun-tahun tersebut masih menelitinya. Sudah
saatnya sekarang di Indonesia dikaji manfaat Azolla namun lebih ditekankan
untuk pemanfaatannya sebagai biomass pembuatan pupuk organik, sebagai metode
BNF dalam dual cropping padi organik-azolla, dan perencanaan pemanfaatannya ke arah mengatasi pemanasan global dan sebagai sumber energi.
Kalau manfaat luar biasa Azolla
microphylla bagi dunia pertanian dan lingkungan tidak segera dikaji sampai
advance, maka hal itu akan menunda keputusan kita untuk segera memandirikan
petani dan pertanian dan menunda upaya kita melindungi planet bumi kita dari
cepatnya peningkatan pemanasan global. Azolla di China utara (You, et al., 1982), penangkapan N2
udara (BNF) oleh azolla pada sistem dual crop padi-azolla adalah sebesar 40-60
%/musim atau hitungannya setara 5 kg N/ha/5-6 hari pada kondisi iklim optimal.
Pada tahun 2009 (data primer Widyasunu, 2009), Azolla microphylla yang di kembangkan secara mini bank di
Purwokerto, kandungan N nya sebesar 5 – 6 % biomass kering udara, hitungan
kemampuan fiksasi N2 adalah 500 – 600 kg N/musim.
Perlu saya tambahkan lagi bahwa Azolla sangat perlu dipraktikkan dengan serius
sebagai komoditas baru sebagai bahan input pupuk murah, juga sebagai bahan
pakan ikan dan ternak darat (Widyasunu et
al., 2010). Selanjutnya diperlukan rekayasa social budidaya
pada tingat masyarakat tani yang harus di-backup oleh Pemerintah dan Perguruan
Tinggi.
Kemampuan Azolla microphylla memfiksasi N lebih
tinggi dibandingkan dengan Crotalaria
rostrata yang hanya sebesar 303 kg
N/ha/th (Roger dan Ladha, 1992). Tulisan saya yang lain saya sajikan di
belakang untuk mengetahui perbandingan antara Azolla dengan biomassa tanaman
bahan pupuk lainnya dan kotoran hewan. Potensi itu menjadikan
Azolla sangat strategis dikembangkan sebagai sumberdaya basis pengembangan
pupuk organik di pedesaan. Potensi memfikasasi Azolla paling mutakhir dapat
didekati dengan persen kandungan N yaitu 5 – 6 % dalam biomassanya (Widyasunu,
2009), apabila dianggap pembebasan N bersih sebesar 70 % nya maka N terbebas
autogenik potensinya bisa sebesar 350–420 kg N/ha/musim tanam padi. Selain
pemfiksasi N jumlah tinggi, Azolla juga mudah berkembangbiak pada lahan sawah,
namun tidak merupakan saingan padi dalam hal penggunaan hara kalium,
biomassanya yang tenggelam pada lumpur mudah terdekomposisi dan membebaskan
amonium sebanyak 62-75 % dari total N dalam waktu 6 minggu (Watanabe et al., 1977). Widyasunu (1998)
mendapatkan waktu dekomposisi N dari biomass Azolla juga tidak lebih dalam 6
minggu. Azolla hidup mampu mengikat N udara karena Anabaena, namun juga mampu
mengimobilisasi 68 % N pupuk-15N, namun 45 % nya mengalami
re-mineralisasi setelah panenan padi (Cisse dan Vlek, 2003). De Macale dan Vlek (2004), melaporkan bahwa
pupuk-15N terserap 77 – 99 % oleh padi yang dibudidayakan
tumpangsari dengan Azolla. Data nisbah C/N Azolla
microphylla paling akhir menunjukkan kisaran 14,09 – 14,57 kondisi kering
oven, sehingga Azolla microphylla
memang cepat terdekomposisi (Widyasunu, 2009). Narasi sejarah antara tahun 1995
– 2009 tersebut menunjukkan bahwa Azolla masih sangat baik untuk menolong
petani dalam menghambat volatilisasi amoniak dan berpotensi besar sebagai
pabrik N-BNF hidup dan keharaan makro dan mikro lahan sawah yang berkelanjutan.
Data dan informasi riset dasar dan aplikatif agronomis/lingkungan
terdokumentasi dengan baik oleh penulis.
3.
Tatakelola pemanfaatan Azolla microphylla untuk Go Organic: prospek, ke-lemahan, dan
terobosan
Potensi Azolla tersebut
di atas menjadi alasan kuat bagi Azolla untuk dikembangkan di lahan persawahan
menjadi sumber hara N pengganti pupuk urea dan sebagai sumber hara makro
lainnya dan hara mikro (Johal, 1986). Guna memperkaya kandungan hara kompos asal
Azolla tinggal ditambahkan dengan bahan lain yang sudah tersedia di pedesaan
(kotoran ternak, sisaan tanaman) dan menggiatkan lagi pengembangan Crotalaria sp. Widyasunu (1997), telah
membuktikan bahwa Azolla microphylla
sangat baik dikembangkan pada sawah wilayah iklim tropika dan telah berhasil
didayagunakan dalam penelitian untuk menekan tingkat volatilisasi amoniak pupuk
urea sehingga meningkatkan efisiensi pemupukan urea. Azolla microphylla sangat layak untuk didayagunakan sebagai agen
fiksasi N atmosfer dan efisiensi penggunaan hara untuk tanaman padi dan tanaman
lainnya pada lahan sawah.
Azolla microphylla telah diidentifikasi
oleh Watanabe et al. (1992) dalam
Roger (1995), sebagai spesies Azolla yang toleran dikembangkan pada sawah
wilayah tropik bersuhu tinggi (kisaran 37° C siang hari - 29° C malam hari).
Hasil pengamatan mutakhir (data primer: Widyasunu, 2010) menunjukkan Azolla microphylla mampu menghadapi
panas lingkungan siang hari dan dingin lingkungan sekitar sawah malam hari
lebih baik setelah diberikan living organism basic organic + glukosa
(Widyasunu et al., 2010). Hal tersebut merupakan
perbaikan terhadap kelemahannya di tropika yang selain oleh panas berlebihan
juga harus suplai fosfat tinggi (Lumpkin
dan Plucknett, 1982); fosfat bisa diantisipasi oleh P-organik (Widyasunu,
2006).
Tatakelola pemanfaatan Azolla microphylla sebagai subyek
pengelolaan kesuburan tanah organik-biodinamik untuk go budidaya padi organik
meliputi pendekatan: (i) teknis, (ii) tata ruang, (iii) rekayasa sosial-budaya,
(iv) agronomis, (v) keindustrian berbasis pemberdayaan kelompok tani, dan (vi)
penata layanan sistem budidaya organik-biodinamik. Aspek-aspek pendekatan
tersebut selanjutnya difungsikan dalam bentuk program kegiatan sistem pertanian
organik yang padu sehingga terjadi sinergi pelaksanaannya. Pemaparannya
disajikan pada paragraf-paragraf berikut.
Metode teknis yang dipergunakan untuk
pengembangan Azolla sebagai basis pengelolaan kesuburan tanah yang
organik-biodinamik dapat didekati dengan model percontohan bank mini Azolla di
pedesaan, demplot budidaya Azolla di persawahan secara tunggal maupun
tumpangsari padi-Azolla, dan percontohan pembuatan bokashi dan pupuk organik
cair berbasis biomass Azolla. Inti metode ini adalah transformasi iptek
budidaya Azolla, pemanfaatan agronomis dan produksi pupuk organik. Metode ini
akan sangat berkaitan dengan tatakelola berikutnya terutama tataruang, dan
seterusnya pada paragraf di atas. Pengembangan bank Azolla akan sangat penting
karena merupakan infrastruktur konservasi biomassa hidup Azolla.
Tatakelola pengembangan Azolla microphylla juga memerlukan
regulasi tataruang lahan sawah dan pekarangan kelompok tani. Kelompok tani
merupakan inti pengembang iptek Azolla, sehingga pengerahan SDM dan rembug desa
tentang tataruang sangat krusial. Bank Azolla berupa petak kecil dari kayu atau
kolam kecil di pekarangan rumah petani andalan dan petak pembiakan ruah Azolla
pada tiap musim tanam padi pada lahan petani andalan harus disepakati, didukung
dan dibiayai oleh kelompok tani. Pembiakan ruah biomassa Azolla perlu disiapkan
tiap musim tanam untuk inokulasi Azolla pada teknologi budidaya tumpangsari
padi organik-Azolla. Produksi padi organik memerlukan iptek tatakelola khusus
menyangkut teknik perbanyakan Azolla dan produksi bokashi/POC berbasis Azolla.
Menurut pengalaman penulis, inokulasi awal Azolla
microphylla 1 t/ha kering tiris akan menghasilkan 10-20 t/ha kering tiris
dalam waktu rata-rata rentang 10-20 hari, sedangkan bila awalnya 1,5 t/ha
pencapaiannya bisa kurang dari 20 hari. Hitungan tersebut bisa dijadikan dasar
pendekatan rekayasa jumlah sub kelompok tani go padi organik yaitu per 10
hektar (20-40 petani). Ketersediaan inokulan multiplikasi Azolla microphylla sebesar 1-1,5 t/musim bisa untuk memulai go
organik paling tidak untuk 10 ha lahan sawah. Sumber inokulan multiplikasi
adalah bank Azolla sub kelompok tani.
Rekayasa sosial-budaya
petani adalah proses modifikasi kelembagaan unit kecil kelompok tani menjadi
sel organisasi terkecil yang akan dijadikan pusat transformasi iptek teknologi
pemanfaatan Azolla microphylla.
Modifikasi kelembagaan memerlukan pendekatan partisipatif tokoh tani sel
organisasi yang bisa berwujud sub kelompok tani. Tujuan modifikasi adalah
kesuksesan transformasi iptek, kesepakatan pelaksanaan bank Azolla dan
multiplikasinya yang berkaitan erat dengan tataruang, dan sukses rencana go
budidaya padi organik.
Pendekatan agronomis
adalah proses transformasi iptek khusus budidaya tumpangsari Padi organik-Azolla microphylla (Am), termasuk pula pola tanam tanaman pangan organik pasca musim
padi. Karakter kehidupan Am dan varietas padi organik lokal, dan pembelajaran
bioteknologi tanah dan ekologi tanah/lahan perlu dilaksanakan. Jarak waktu
inokulasi Am dengan waktu tanam padi, jarak tanam padi (model SRI/non-SRI), dan
prinsip tatakelola keharaan biodinamik perlu akurasi sehingga tidak berbeda
antara riset dengan faktual on-farm.
Pengembangan industri
pupuk organik berbasis biomassa Am
yang dikembangkan sendiri oleh sub kelompok tani atau minimal kelompok tani
akan menunjang pengadaan pupuk organik secara kolektif. Namun demikian semakin
banyak jumlah anggota yang dilayani maka akan bisa semakin kompleks manajemen
dan masalah yang muncul. Industri pupuk organik yang dimunculkan bisa berupa
produksi pupuk organik padat dan pupuk organik cair, sangat dimungkinkan pula
dirangkaikan dengan produksi pestisida hayati atau organik karena prinsipnya
sama yaitu fermentasi bahan pupuk dan pestisida. Biomassa Am dapat dijadikan bahan ruah utama produksi pupuk organik, dengan
demikian produksi biomass Am sangat
dibutuhkan mutlak. Pupuk hayati atau bisa disebut agensia hayati yang akan
digunakan sebagai biang pengkomposan dapat dibuat sendiri oleh kelompok tani
maupun memakai produk pabrikan. Namun demikian harus jelas komposisi mikroba
yang terkandung untuk memproses material organik menjadi pupuk organik
berkualitas.
Penata layanan sistem
budidaya organik-biodinamik diperlukan untuk merancang tatalaksana dan tatakelola
budidaya tanaman pangan berbasiskan penggunaan lahan sawah beririgasi karena
pemanfaatan Am lebih tepat dan paling
mudah pada lahan tersebut. Pada saat musim penghujan atau selama ada air
irigasi mencukupi maka dikembangkan budidaya multiplikasi Am dan tumpangsari padi organik-Am.
Setelah musim tanam padi (bisa satu atau dua kali) adalah pembudidayaan tanaman
pangan non-padi yang sebaiknya berkaidah organik-biodinamik. Oleh karena itu
sangat diperlukan ketersediaan bokashi dan pupuk organik cair berbasiskan Am
karena biomassanya telah disediakan pada teknologi go organik berbasis Azolla microphylla.
4. Hasil-hasil
Pemanfaatan Azolla microphylla paling
baru untuk PKM
Berikut
ini disajikan foto-foto kegiatan PKM dan riset menggunakan Am sebagai basis inputan
dalam budidaya tanaman dan ikan. Tentang pembuatan bokashi-basis Am dan POC-basis Am formulasi pelengkap basis Am
terdiri dari kotoran hewan, buah dan sayur sisaan dari pasar,dan ditambahi
secukupnya kepala ikan atau jerohan ikan (sisaan pasar). Apabila dalam suatu
perdesaan dapat dikembangkan legume bahan peruah dan peragam pupuk organic maka
kualitas pupuk organic akan semakin baik.
Gambar
1. Azolla
microphylla pada kolam konservasi di Ciwarak, Kec. Sumbang, Kab. Banyumas
(Sumber:Widyasunu, 2010)
Gambar
2. Contoh bokashi-Am 60 % yang
digunakan untuk budidaya tananam dan ikan, serta pengkondisian probiotik organic
kolam ikan. Bokashi bisa dibuat dengan basis Am sampai 70 % (Sumber:Widyasunu, 2011).
Gambar
3. Kolam budidaya ikan lele dumbo (bibit ukuran 5/7) dan pakan buatan sendiri
yang berbahan antara lain biomassa Am
20-30 % (suplemen) (Sumber: Widyasunu, 2011).
Gambar
4. Budidaya Cay-sim menggunaan bokashi Am-60%
dan POC-Am 40 %
(Sumber: Widyasunu, 2011).
(Sumber: Widyasunu, 2011).
.
Gambar 5. Budidaya ikan nila diberi
pakan Am segar (Sumber: Widyasunu,
2011).
.
Hasil analisis bokashi berbasis Azolla microphylla (bokashi-Am
60 % dan POC-Am 40 %) yang pernah
digunakan untuk budidaya padi pandanwangi metode SRI:
Tabel 1. Hasil
analisis laboratorium bokashi dan POC basis Am
Parameter
|
Satuan
|
Hasil uji
|
Permentan 2009
|
Keterangan
|
||
Bokhasi
|
POC
|
bokhasi
|
POC
|
|||
Karbon organik
Nitrogen total
C/N ratio
P2O5 total
K2O total
Kadar air
pH H2O
Bahan ikutan
|
%
%
%
%
%
%
|
26,835
2,090
12,84
2,477
0,648
37,265
7,38
0
|
17,155
0,208
82,48
0,188
0,352
-----
4,01
-----
|
≥ 12
< 6
15 - 25
< 6
< 6
15
– 25
4 - 8
< 2
|
≥ 4
< 2
< 2
< 2
-----
4 - 8
< 2
|
Memenuhi
Memenuhi
Memenuhi
Memenuhi
Memenuhi
-----
Memenuhi
Memenuhi
|
Sumber : Analisis
Laboratorium Ilmu Tanah, 2010
Peraturan Menteri Pertanian
No.28/Permentan/OT.140/2/2009
Berdasarkan
di atas dapat diketahui bahwa bokhasi dan POC basis Azolla microphylla yang digunakan sudah memenuhi syarat pupuk
organik menurut Peraturan Menteri Pertanian No.28/Permentan/OT.140/2/2009. Kandungan N total pupuk
organik yang kurang dari 6 %, 50 sampai 75 %
nya adalah N-organik, sementara sisanya 25 sampai 50 % adalah NH4 (Havlin
et al, 2005). Ketersediaan N bagi
tanaman tergantung pada mineralisasi N organik dalam pupuk. Kecepatan
dekomposisi bahan organik ditunjukkan oleh perubahan imbangan C/N. Selama
proses mineralisasi, imbangan bahan yang banyak mengandung N akan berkurang
menurut waktu. Kecepatan kehilangan C lebih besar dari pada N sehingga
diperoleh imbangan C/N yang lebih rendah (10-20). Apabila imbangan C/N sudah
mencapai angka tersebut, artinya proses dekomposisi sudah mencapai tingkat
akhir atau kompos sudah matang (Simamora dan Salundik, 2006). Bahan baku Am 40 dan 60 %, kohe ayam sapi 30-40 %,
hijauan dan jeroan ruminansia 10-30 %.
5. Tanaman
Legume dan Kandungan Nitrogen
Tanaman pangan memberikan
diet kepada manusia kalori sebesar 90 % dan memberikan diet protein sampai
dengan 90 % untuk penduduk di wilayah tropika seluruh dunia. Konsumsi bijian
legume mengandung protein sebesar 17-34 %. Untuk legume bijian dan legume sayur
memberikan protein berkisar antara 15-25 %. Tanaman legume berkembang di
seluruh penjuru dunia dan juga di Indonesia karena luasnya dan dalamnya
kebutuhan manusia dan hewan ternak akan biji dan daun tanaman tersebut. Adanya
variasi ternak dan kemungkinan daunan dan bijian legume untuk campuran pakan
ikan akan sangat berprospek menambah semangat kita mengembangkan pertanian
campuran aneka tanaman pangan legume, tanaman pangan non-legume, dan aneka
tanaman buah dan herbal dalam suatu hamparan bersama kelompok tani. Tabel 1
menyajikan potensi perolehan N pada tiap spesies legume/ha dan spesies legume/tanaman.
Tabel 2. Contoh tanaman
legume yang dapat dikembangkan guna mendampingi program go organic di Indonesia
Spesies
|
Negara
|
Perlakuan
|
Total N tanaman (kg N/ha)
|
N2 diikat oleh
tanaman (%)
|
Jumlah perolehan (kg
N/ha/tanaman
|
|
Kacang tanah (Arachis hypogea)
|
Australia
|
Suplai air
|
171-248
|
0,22-0,53
|
37-131
|
|
Kultivar
|
254-319
|
0,55-0,65
|
139-206
|
|||
Rotasi
|
181-247
|
0,47-0,53
|
85-131
|
|||
Brasilia
|
Inokulasi
|
147-163
|
0,47-0,78
|
68-116
|
||
India
|
Kultivar
|
126-165
|
0,86-0,92
|
109-152
|
||
Kedelai (Glycine max)
|
Thailand
|
Kultivar
|
121-643
|
0,14-0,70
|
17-450
|
|
Indonesia
|
Rotasi
|
79-100
|
0,33
|
26-33
|
||
Kacangan umum (Phaseolus vulgaris)
|
Brasilia
|
Kultivar
|
18-71
|
0,16-0,71
|
3-32
|
|
Cowpea (Vigna unguiculata)
|
Brasilia
|
Lokasi/musim
|
25-69
|
0,32-0,70
|
9-51
|
|
Indonesia
|
Rotasi
|
67-100
|
0,12-0,33
|
12-22
|
||
Centrosema pubescens
|
Malaysia
|
-----
|
299
|
0,50
|
150
|
|
Pueraria phaseloides
|
Malaysia
|
Tiap 41-60 hari (pemetikan)
|
24
|
0,92
|
22
|
|
Tiap 61-80 hari (pemetikan)
|
44
|
0,86
|
38
|
|||
Albizia falcataria
|
Filipina
|
-----
|
-----
|
0,55
|
-----
|
|
Lanjutan Tabel 2.
Spesies
|
Negara
|
Perlakuan
|
Total N tanaman (kg N/ha)
|
N2 diikat oleh
tanaman (%)
|
Jumlah perolehan (kg
N/ha/tanaman
|
Gliricidia sepium
|
Australia
|
Tiap 90 hari (pemetikan)
|
132
|
0,75
|
99
|
Leucaena leucocephala
|
Malaysia
|
Tiap 3 bulan pemetikan
|
296-313
|
0,58-0,78
|
182-231
|
Sesbania cannabina
|
Australia
|
Musiman pemetikan
|
136-202
|
0,70-0,93
|
126-141
|
Sesbania grandiflora
|
Indonesia
|
Tiap 2 bulan pemetikan
|
-----
|
0,79
|
-----
|
Sesbania rostrata
|
Filipina
|
Tiap 45-55 hari pemetikan
|
157-312
|
0,88-0,91
|
140-286
|
Sesbania sesban
|
Indonesia
|
Tiap 2 bulan pemetikan
|
-----
|
0,84
|
-----
|
Senegal
|
Tiap 2 bulan pemetikan
|
54-100
|
0,13-0,18
|
7-18
|
|
Crotalaria juncea *)
|
-----
|
-----
|
105-129
|
Kandungan N 0,30 % bobot
basah
|
-----
|
Crotalaria anagyroides *)
|
-----
|
-----
|
98
|
Kandungan N 0,33 % bobot
basah
|
-----
|
Crotalaria quinquefolia *)
|
-----
|
------
|
88
|
Kandungan N 0,19 % bobot
basah
|
-----
|
Sumber: Peoples dan Craswell
(1992).
*) Roger (1995).
Tanaman legume telah lama
dikembangkan untuk pemenuhan kebutuhan manusia akan pangan, hijauan pakan
ternak, tanaman peneduh, hasil minyaknya, hasil kayunya, dan biomassnya untuk
pembuatan kompos. Semua kebutuhan atau tujuan budidaya tanaman legume tersebut
berada pada system pertanian:
(i) Sistem pertanaman: legume dikembangkan dalam
rotasi atau tumpangsari antara tanaman non-legume dan legume, baik tujuannya
legume untuk tanaman pokok atau tanaman sisipan atau tanaman penghasil pupuk
hijau.
(ii) Perkebunan/pekarangan: legume dikembangkan
sebagai tanaman penutup tanah, tanaman pangan, dan tanaman peneduh, legume
tersebut ditanam merupakan barisan dalam barisan tanaman industry atau buah.
Tanaman industry yang dikembangkan contohnya kepala, kopi, kokoa, teh, karet,
cengkeh. Tanaman buah yang dikembangkan contohnya rambutan, mangga, rambutan,
durian, kelengkeng.
(iii)
Sistem agroforestry/hutan tanaman rakyat:
legume (semak) dikembangkan bersama dengan tanaman pohonan multi guna dan
dikombinasikan dengan tanaman pangan dan
tanaman pakan ternak. Di dalam sistem umumnya juga dipelihara aneka hewan ternak.
(iv) Sistem
padang penggembalaan: system ini jarang ada di Indonesia, namun bila ada perlu
modifikasi manajemen dan ekosistem yang diarahkan untuk system pertanian
organic-biodinamik komoditas campuran. Tanaman legume umumnya dikembangkan
untuk fungsi pakan ternak dan peneduh bersama tanaman rumput pakan ternak.
(v)
Sistem baru: perlu pengembangan atau penciptaan
namun dilaksanakan yaitu menanam tanaman legume pada areal lahan perdesaan
kosong yang belum termanfaatkan, contohnya adalah lahan pinggiran jalan, lahan
galengan sawah atau memanfaatkan lapangan yang umum dijumpai di wilayah
perdesaan di Indonesia. Fungsi lain yang sangat penting yaitu membantu program
PBB untuk mulai menanam satu orang satu pohon apapun oleh setiap manusia pada
jenis kelamin dan usia berapapun.
Tanaman
legume yang ditanam (tujuan luas) atau dibudidayakan (tujuan spesifik) seperti
telah dijelaskan di depan, bahwa legume mempunyai manfaat khusus yaitu
kemampuan mengikat N2 udara menjadi N dalam bakteri kemudian menjadi
N dalam tubuh tanaman (amoniak) dan kalau tanaman dimanfaatkan sebagai pupuk
hijau atau bahan kompos akan melepaskan N protein/asam amino. Selain N maka
jaringan legume yang terdekomposisi akan melepaskan unsure hara lainnya baik
makro maupun mikro, namun kandungannya sangat tergantung pada spesies legume
dan suplai/masukan hara dari tanah pada saat/musim tersebut/tertentu. Manfaat
jaringan tanaman legume yang sengaja/dirancang sebagai bahan pembuatan pupuk
kompos/bokhasi adalah bertujuan utama memperoleh kadar hara N relative tinggi
pasca dekomposisi dari legume. Untuk itu diperlukan menyajikan jumlah N yang
dapat disumbangkan oleh tanaman legume yang didapatkan dari N perolehan N2
udara (N-pud).
6. Pupuk
Organik Bokhasi: pengertian dan bahan-bahan
Pupuk
organik atau bisa disebut kompos merupakan senyawa organik sisaan vegetasi atau
hewan yang mengalami dinamika perubahan sifat fisik dan kimia oleh faktor
lingkungan fisik dan biologis. Faktor
lingkungan fisik berupa temperatur, tekanan udara, dan kelembaban pada bahan.
Faktor biologis berupa organisme perubah fisik (biasanya golongan hewan) dan
perubah kimia yaitu terutama bakteri dan jamur. Secara ilmiah, pupuk organik
dapat diartikan sebagai partikel yang bermuatan negatif sehingga dapat
dikoagulasikan oleh kation dan partikel tanah untuk membentuk granula tanah.
Bokashi adalah penyebutan/penamaan pupuk organik menurut
masyarakat Jepang terhadap bahan organik yangtelah mengalami proses dekomposisi
secara sempurna oleh diversitas mikroba yang merombak secara bertahap sampai mendekati
sempurna (asam humat). Di Indonesia bokashi dianggap sebutan untukpupuk organik
sebagai bahan organik kaya akan agensia hayati. Sebenarnya menurut masyarakat
Jepang juga sama dengan Indonesia yaitu peranan sentral dari mikroba dekomposer
sebagai agensia hayati. Dengan demikian bokashi menurut saya akan lebih
fundamental fungsinya sebagai pupuk sekaligus amelioran dan ”soil amandment to
physicaly,chemically,and biologically improving processes”.
Pupuk organik memiliki peran penting bagi tanah karena dapat
mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia,
fisika, dan biologis di dalamnya. Penambahan pupuk organik ke dalam tanah atau
dihamparkan di permukaan tanah dapat memperbaiki sifat struktural dan koloidal
tanah sehingga akan memperbaiki kondisi drainase, aerasi, absorpsi panas,
kemampuan serap dan menahan air, serta sangat berguna untuk pengendalian erosi
tanah. Pupuk organik juga bermanfaat untuk menggantikan unsur hara tanah dan
menambah bahan organik tanah. Khusus yang terakhir ini pupuk organik akan
merupakan metode manajemen dinamika karbon dan asam organik dalam tanah
(kehumatan).
Penambahan pupuk ke dalam tanah akan menyebabkan satu
atau beberapa jenis kation dibebaskan dari ikatannya secara absortif menjadi
ion bebas yang dapat diserap oleh akar tanaman. Pemupukan menggunakan pupuk
organik mengakibatkan tanah yang strukturnya ringan (tanah pasiran atau remah)
menjadi lebih baik, yaitu daya ikat air meningkat. Sementara itu, terhadap
tanah bertekstur berat (tanah liat) menjadi lebih optimal dalam mengikat air.
Pupuk organik dapat meningkatkan penyerapan hara dari pupuk mineral oleh
tanaman.
Komponen pupuk organik yang paling berpengaruh terhadap
sifat kimiawi tanah adalah kandungan humusnya. Humus dalam pupuk organik
mengandung unsur hara yang diperlukan tanaman. Humus yangmenjadi asam humat
atau jenis asam lainnya (fulvat) dapat melarutkan zat besi (Fe) dan aluminium
(Al) sehingga fosfat yang terjerap oleh Fe (kasus penambangan pasir besi) dan
Al (kasus tanah ultisol atau andisol) akan terlepas sehingga dapat diserap oleh
tanaman. Selain itu, humus merupakan penyangga kation yang dapat mempertahankan
unsur hara senagai bahan makanan untuk tanaman. Kandungan unsur hara pupuk
organik disajikan sebagai pada Tabel 1. Pupuk organik juga berfungsi pemasok
makanan bagi mikroorganisme di dalam tanah seperti kapang, bakteri,
actinomycetes, dan protozoa sehingga mempercepat proses dekomposisi bahan
organik dalam tanah.
Tabel 3.
Susunan unsur hara pupuk organik dan komposisi bahan organik sampah kota
Pupuk
Organik
|
Sampah
Kota
|
||
Unsur Hara dan Sifat Kimia lain
|
Kadar/
Nilai
|
Susunan
Kimiawi
|
Rentang
Kadar
|
Nitrogen (%)
|
1,33
|
Serat kasar (%)
|
4,1
– 6,0
|
P2O5 (%)
|
0,83
|
Lemak (%)
|
3,0
– 9,0
|
K2O
|
0,36
|
Abu (%)
|
4,0
– 20,0
|
Humus (%)
|
53,70
|
Amonium (mg/g sampah)
|
0,5
– 1,14
|
Kalsium (%)
|
5,61
|
N organik (mg/g sampah)
|
4,8
– 14,0
|
Pupuk
Organik
|
Sampah
Kota
|
||
Unsur Hara dan Sifat Kimia lain
|
Kadar/
Nilai
|
Susunan
Kimiawi
|
Rentang
Kadar
|
Besi (%)
|
2,1
|
Total Nitrogen (mg/g sampah)
|
4,0
– 17,0
|
Seng (ppm)
|
285
|
Protein (mg/g sampah)
|
3,1
– 9,3
|
pH
|
7,2
|
pH
|
5,0
– 8,0
|
Pengaruh
pupuk organik terhadap sifat fisika tanah adalah bersifat memperbaiki
(amelioran), sedangkan pupuk anorganik bersifat memperburuk (degradatif). Pupuk
organik dapat membantu melonggarkan partikel tanah yang padat dengan cara
membuka pori-pori yang merupakan saluran atau jalan bagi udara dan air (Tan,
2008). Humus yang terdapat di dalam kompos dapat memecah tanah liat menjadi
lebih remah. Penambahan pupuk organik membuat struktur tanah liat menjadi lebih
remah dan akan terbentuk lapisan tipis air yang menyelimuti setiap remah yang
dapat dimanfaatkan akar (Tan, 2008).
Terhadap
tanah pasiran, pupuk organik dapat menyatukan struktur pasir yang tadinya
lepas-lepas (loss) menjadi agregat lebih besar (Miller dan Donahue, 1995).
Struktur pencar akan berubah menjadi struktur beragregat remah atau granul
kecil akibat pemberian pupuk organik pada tanah pasiran (kasus tanah pasiran
pesisir= psamment). Akibat perubahan tersebut, tanah pasiran akan mempunyai
kemampuan penyerapan air lebih besar demikian juga kemampuan menahan air lebih
besar.
Bahan-bahan
atau material yang dapat dipergunakan dalam pembuatan pupuk organik padat
maupun pupuk organik cair asalnya bermacam-macam. Pada tingkat perkotaan dan
pedesaan bahan-bahannya dapat diperoleh. Asal bahan-bahan disajikan sebagai
berikut:
Limbah
Pertanian:
o Limbah dan residu tanaman: jerami padi, sekam padi,
gulma, batang dan tongkol jagung, dan potongan pagar tanaman.
o Semua bagian vegetatif tanaman: batang pisang, sabut
kelapa, dan dedaunan.
o Limbah dan residu ternak: kotoran, limbah cair, dan
limbah pakan.
o Pupuk hijau: lamtoro dan turi (Sesbania sp.), orok-orok
(Crotalaria sp.), lupin, dan rerumputan.
o
Tanaman air: azolla, enceng gondok,
gulma air, dan ganggang biru.
o
Penambat nitrogen: mikoriza, rhizobium.
Limbah
industri:
o
Limbah padat: kayu, kertas, serbuk gergaji,
ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan, dan limbah dari
pemotongan hewan.
o
Limbah cair: alkohol, limbah pengolahan
kertas, dan limbah pengolahan minyak kelapa.
Limbah
rumah tangga:
o
Sampah: tinja, urine, sampah rumah
tangga, sampah kota, limbah dapur, smapah pasar.
o
Garbage: limbah berasal dari tumbuhan
hasil pemeliharaan dan budidaya, dapur rumah tangga dan rumah makan, pusat
perbelanjaa, dan pasar.
o
Rubish: limbah padat yang mudah terbakar
misalnya kertas, kain, karton, kotak kayu, ranting, papan, dan hiasan tanaman.
Daftar Pustaka
Anas, I. 1989. Biologi
Tanah dalam Praktek. Petunjuk Laboratorium. IPB, Bogor.
Cisse, M., and Paul L.G.
Vlek. 2003. Conservation of Urea-N by Immobilization-Remobilization in a
Rice-Azolla Intercrop. Plant and Soils 250: 95-104.
De Macale, Maria Andrea,
R. And Paul. L.G. Vlek. 2004. The Role of Azolla Cover in Improving The Nitrogen
Use Efficiency of Lowland Rice. Plant and Soils 263: 311-321.
Etika
N., D., P. Widyasunu., T. Agustono. 2009. Identification of Upland Characteristics
for Land Degradation Potential of Logawa Sub-River Basin Banyumas Regency to
Encourage It’s Rehabilitation Trough Conservation Crop Livestock Farming
System. Proceeding of International Seminar on Upland For Food Security. Sub Topic: Cropping
System and Land Conservation. Held in Agricultural Faculty of Unsoed. Nov.,
7-8, 2009.
Handoko, I.,
Y. Sugiarto., dan Y. Syaukat. 2008.
Keterkaitan Perubahan Iklim dan Produksi Pangan Strategis: Telaah
kebijakan independent dalam bidang perdagangan dan pembangunan. SEAMEO BIOTROP,
Bogor ,
Indoensia.
Havlin,
J.L, Samuel L. Tisdale, James D. Beaton, Werner L. Nelton. 2005. Soil Fertility
and Fertilizers, An Introduction to Nutrient management. Sevent edition.
Pearson education, Inc.,Upper Saddle river , New Jersey.
He, Z.L., A.K.
Alva, D.V. Calvert, and D.J. Banks.
1999. Ammonia Volatilization from
Different Fertilizer Sources and Effects of Temperatur and Soil. Soil Science.
Oct’1999. Vol. 164, No. 10:
750-758.
Heni, P., 2006. Kajian Pemanfaatan Bahan
Organik Berbasis Azolla dan Batuan Fosfat Alam Terhadap Keharaan P Pada Tanah
yang Disawahkan. Skripsi. Fakultas Pertanian, Unsoed, Purwokerto.
IHSS, 2000. IHSS 10. Proceedings of 10th International
Meeting of The International Humic Substances Society: Entering the Thrid
Millenium with a Common Approach to Humic Substances and Organic Matter in
Water, Soil and Sediments. 24-28 July 2000 in Touloese, France. Two Volumes.
Ismangil. 2009. Potensi Batu
beku, Kalsit, dan Campurannya Sebagai Amelioran pada Bahan Tanah Lempung
Aktivitas Rendah. Disertasi. Program Pasacasarjana, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta. 395 hal.
Johal, C.S.
1986. Studies on The Utilization
of Azolla-Anabaena Symbiosis by
Flooded Rice. Dissertation. Georg-August University, Goettingen, Germany.
Kannaiyan, S. 1987.
Use of Azolla in India .
In: Azolla Utilization. Proceeding of The Workshop on Azolla Use. Fozhon ,
Fujian , China .
31 March-5 April 1985 .
Pp. 109-117.
Kroeck, T.J.,
J. Alkamper, and I. Watanabe. 1988. Effect of an Azolla Cover on The Conditions in Floodwater. J. Agron and Crop Sci. 161: 185-189.
Kurnia Sari, 2006.
Kajian Pemanfaatan Bahan Organik Berbasis Azolla dan Pupuk Urea Terhadap
Keharaan N Tanah Sawah. Skripsi. Fakultas Pertanian, Unsoed, Purwokerto.
Kurniawan, Ruly
E.K., and P, Widyasunu. 2009. Characterization of Volcanoes Upland Degradation
Caused By Stone and Sand Mining and It’s Reclamation Scenario for Biomass
Production. Proceeding of Inter-national
Seminar on Upland
For Food Security. Sub Topic: Agriculture Management. Held in Agricultural
Faculty of Unsoed. Nov., 7-8, 2009.
Loudhapasitiporn,
L., and C. Kanareugsa. 1987. Azolla
Use in Thailand. In: Azolla
Utilization. Proceeding of The Workshop
on Azolla Use. Fozhon ,
Fujian , China .
31 March-5 April 1985 .
Pp. 119-122.
Lumpkin, T.A.,
and D.L. Plucknet. 1982. Azolla
as Green Manure: Use and Management in
Crop Production. Westview Press/Boulder,
Colorado .
Lumpkin,
T.A. 1987. Environmental Requirement for Succesful Azolla Growth. In: Azolla Utilization. IRRI, Manila, Philippines.
Mabbayad,
B.B. 1987. The Azolla
Program of The Philippines . In: Azolla Utilization. IRRI, ManilaPhilippines. Proceeding of The
Workshop on Azolla Use. Fozhon ,
Fujian , China .
31 March-5 April 1985. Pp. 189 – 195.
MÜLLER, H.A. 1994. Nitrogen
dynamics and losses in a urea fertilized Azolla-Rice System. Thesis.
Georg-August University, Göttingen, Germany.
Noviyanti, H.
2003. Manfaat Pemberian Azolla dan Zeolite untuk Konservasi Amonium dalam
Lumpur Sawah. Skripsi. Fakultas
Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Nurois. 2003. Manfaat Pemberian Azolla dan Zeolite terhadap
Konservasi Amonium dalam Air Sawah Setelah Pemupukan N. Skripsi. Fakultas
Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Permentan
nomor 28/PERMENTAN/SR.140/2/2009 tentang Standar Mutu Pupuk Organik. (On-Line) http://
nasih.files. wordpress.com /2010 /06/permentan-28-140-th-2009.pdf.
Roger, P.A.,
R. Jimenez, and S.S. Ardales. 1991. Methods for Studying Blue-Green-Algae in
Ricefield: Distributional Ecology, Sampling Strategies, and Estimation of
Abundance. IRRI. Los-Banos
Roger,
P.A. 1982. Research on Algae, Blue-Green-Algae, and
Phototrophic Nitrogen Fixation at IRRI. IRRI.
Los-Banos.
Roger, P.A., and J.K. Ladha. 1992.
Biological N2 Fixation in Wetland Rice Field: Estimation and
Contribution to Nitrogen Balance. Plant
and Soils. 141: 41-45.
Simamora,
S dan Salundik. 2006. Meningkatkan
Kualitas Kompos. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Simanungkalit,
R.D.M., D. A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, dan W. Hartatik.
2006. Pupuk Organik. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian, Bogor.
Sutanto, R.
2002. Pertanian Oganik: Menuju Pertanian Alternatif dan Berelanjutan. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Stevenson, I.L. and J.W.
Rouatt. 1953. Qualitative studies of
soil micro-organisms. Canadian Journal Botany 31: 438-447.
Peoples,
Mark. B., and Eric. T. Craswell. 1992.
Biological Nitrogen Fixation: invesment, expectation, and actual contribution
to agricultura. Plant and Soil 141: 13-39, 1992. Kluwer Academic Publisher, The
Netherlands.
Roger, P.A.
1995. Biological N2-fixation and Its Management in Wetland Rice Cultivation.
Fertilizer Research 42: 261-276, 1995. Kluwer Academic Publisher, The
Netherlands.
Tel-Or, E., E. Bar, C.
Watad, O. Klein, and C. Forni. 1991.
Structure, Metabolism and Nitrogenase Regulation in The Azolla-Anabaena
Association. In: M. Polsinelli, R.
Materassi, and M. Vincenzinni (Eds.). 1991. Nitrogen Fixation. Proceeding of
The Fifth International Symposium on Nitrogen Fixation with Non-Legumes, Florence, Italy, 10-14 Sept. 1990. Kluwer
Academic Publishers. Pp. 388-398.
Vlek, P.L.G., M.Y. Diakite, and H.
Moeller. 1995. The Role of Azolla in Curbing Ammonia Volatilization from Flooded Rice
System. Fertilizer Research. 42:165-174.
Walker, L.R., and R. del Moral. 2003. Primary Succession and Ecosystem
Rehabilitation. Cambridge University Press. Cambridge, New York, Melbourne,
Madrid, Cape Town, Singapore, Sao Paulo.
Watanabe, I., K.K. Lee, B.V. Alimagno, M.
Sato, D.C. del Rosario, and M.R. de Guzman.
Biological Nitrogen Fixation: In Paddy Field Studied by In Situ
Acetylene-Reduction Assays. IRRI
Research Paper Series. No. 3, 1977. The IRRI, PO Box 933, Manila, Philippines.
Watanabe, I., and W. Cholitkul. 1979.
Field Studies on Nitrogen Fixation in Paddy Soils. In: Nitrogen and Rice. IRRI, Los Banos, Philippines. P.p. 223-239.
Watanabe, I., S.K. De
Datta, and P.A. Roger. 1987.
Nitrogen Cycling in Wetland Rice Soils.
In: Wilson, J.R. (Ed.). 1987.
Advances in Nitrogen Cycling in Agricultural Ecosystems. Proceeding of the Symposium on Advances in
Nitrogen Cycling in Agricultural Ecosystem held in Brisbane, Australia, 11-15th
May 1987. C.A.B. International, Wallingford, UK. P.p. 239-
256.
Widyasunu, P.
1997. The Role of Azolla microphylla in Reducing The
Ammonia Volatilization in Flooded Rice Fertilized with Urea. Thesis. Georg-August University, Goettingen,
Germany.
Widyasunu, P., P.L.G. Vlek, A.M. Moawad, and
I. Anas. 1998. Ability of Azolla in Reducing Ammonia Volatilization in Waterfed Rice
Field. Agrin. Vol. 2 No. 4 April 1998.
P.p. 24-38.
Widyasunu, P.,
Bondansari, M. Rif’an. 2000. Penilaian Kualitas Tanah Berdasarkan Dinamika
Bahan Organik Tanah di Lereng Selatan Gunung Slamet Wilayah Kabupaten Banyumas. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Pertanian
UNSOED, Purwokerto.
Widyasunu, P., Bondansari,
M. Rif’an. 2000. Pengujian Status Asam Amino Tanah dan
Korelasinya dengan Bahan humik Tanah pada Lahan Kering untuk Mendukung
Rekomendasi Pemupukan Nitrogen. Laporan
Hasil Penelitian. Fakultas Pertanian
UNSOED, Purwokerto.
Widyasunu, P., Bondansari,
M. Rif’an. 2001. Pengujian Hubungan Diantara: Humifikasi Bahan
Organik Tanah, Tingkat Degradasinya, dan Aktivitas Pertanian dalam Ekosistem
yang Berbeda. Laporan Hasil
Penelitian. Fakultas Pertanian UNSOED,
Purwokerto.
Widyasunu, P., M.
Rif’an, dan Bondansari. 2003. Meningkatkan Sinergisme Batuan Fosfat Alam dengan
M-Bio Melalui Pemanfaatan Bahan Humik dari Kompos Centrosema pubescens Ultisol yang Ditanami Kedelai. Laporan Hasil
Penelitian. Universitas jenderal Soedirman. Purwokerto.
Widyasunu, P, Kurnia Sari, dan H.
Purwanti. 2006. Pemanfaatan Kompos
Berbasis Biomassa Azolla microphylla,
Pemupukan Urea dan Batuan Fosfat Alam Terhadap Keharaan N dan P Tanah Sawah.
Kolaborasi Riset. (belum dipublikasikan).
Widyasunu, P. dan S. Atmodjo. 2009. Manfaat
Pemberian Pupuk Organik dan Mikoriza untuk Reklamasi Lahan Bekas Penambangan
Pasir Batu pada Fisiografi Perbukitan Kabupaten Banyumas. Laporan Hasil
Penelitian. Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Widyasunu, P. 2009. Data primer
perkembangan Azolla microphylla pada
kotak bank Azolla dan petakan sawah petani dan dinamika pH, redoks, dan
temperatur air di bawah populasi Azolla. Dalam: Widyasunu, P. 2010. Peranan Azolla microphylla untuk Go Padi
Organik. Proceeding Seminar Hari Lingkungan Hidup Sedunia: Tata Ruang
Peternakan Rakyat Produktif Guna Mendukung Pertanian Berkelanjutan untuk
Meningkatkan Kualitas Hidup Masyarakat (dalam preparasi diterbitkan oleh Dewan
Kepakaran Panitia). Program Magister Lingkungan, Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto.
Widyasunu, P. 2010. Peranan Azolla microphylla untuk Go Padi Organik. Proceeding Seminar Hari
Lingkungan Hidup Sedunia: Tata Ruang Peternakan Rakyat Produktif Guna Mendukung
Pertanian Berkelanjutan untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Masyarakat (dalam
preparasi diterbitkan oleh Dewan Kepakaran Panitia). Program Magister
Lingkungan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Widyasunu,
P., Abubakar, dan
T. Ariati 2010 a. Manfaat
Pemberian Bokhasi
dan POC dan Bokhasi Berbasis Biomass Azolla
microphylla untuk Keharaan N dan P Padi Pandanwangi Metode SRI.
Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Pertanian, Unsoed, Purwokerto.
Widyasunu, P., R.G.B.
Gunawan, dan J.F.D. Boma. 2010 b. Data Primer Riset Praktikal:
Budidaya Azolla microphylla untuk
pakan ikan lele dan nila menggunakan kolam terpal di pekarangan.
Widyasunu,
P., Sari W. Utami, dan M. Arafat. 2011 (a). Data Primer: hasil analisis serapan
N dan P oleh padi Pandanwangi organic SRI. Laboratorium Tanah. Fakultas
Pertanian, Unsoed, Purwokerto.
Widyasunu,
P., Abubakar, dan
T. Ariati. 2011 (b). Laporan Tambahan Lengkap Riset: “Manfaat Pemberian Bokhasi dan POC dan Bokhasi Berbasis Biomass Azolla microphylla untuk Keharaan N dan
P Padi Pandanwangi Metode SRI”. Laporan Hasil Penelitian.
Fakultas Pertanian, Unsoed, Purwokerto.
Widyasunu,
P., Abubakar, dan
T. Ariati. 2011 (c). Efek Bokashi dan POC Basis Biomassa Azolla microphylla serta Jara Tanam
Dakhil Dalam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Pandanwangi. Prosiding Seminar
Nasional: Pemuliaan Berbasis Potensi dan Kearifan Lokal Menghadapi Tantangan
Gobal. Diterbitkan oleh Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia Komda Banyumas dan
LPPM Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto,8-9 Jui 2011. Hal: 254-259.ISBN:
978602192390.
Widyasunu, P., Supartoto, dan Roesdiyanto. 2011 (d). Penerapan Teknologi Perma-kultur Padi, Sayuran, Ikan
Lele, dan Itik Menggunakan Pupuk Organik dan Pakan Berbasis Biomassa Azolla microphylla Menuju Pertanian
Mandiri. Laporan PKM Berbasis Riset 2011. LPPM, Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto. 120 hal.
Widyasunu, P., Supartoto, dan Roesdiyanto. 2011 (e). Penerapan
Tenologi Permakultur Padi, Sayuran, Ikan Lele, dan Itik Input Basis Azolla microphylla Menuju Pertanian
Mandiri. Artikel Ilmiah PKM Berbasis Riset
2011. LPPM, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. 44 hal.
Widyasunu,
P., dan B. Siswo Susilo. 2011. Uji Bokashi, Pupuk Organik Cair, dan Air Kolam Lele Basis
Biomassa Azolla microphylla untuk
Pengelolaan Hara Padi Organik SRI.
Prosiding Seminar Nasional: Pengembangan Sumberdaya Pedesaan dan Kearifan Lokal
Berkelanjutan. Diterbitkan oleh LPPM Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto, 23-24 November 2011. Hal: 398-410.Cetakan I, November 2011.
ISBN:978-979-9240-51-6.
You, C., R. Zhang, and
W. Song. 1987. Some Aspect of Rice-Azolla Association in Northern China. In: Azolla
Utilization. Proceeding of The Workshop on Azolla Use. Fozhon, Fujian, China. 31 March-5 April 1985.
Pp. 189-195.
Wolf, S., and Georg, H. Snyder. 2002.
Sustainable Soils The Place of Organic Matter in Sustaining Soils and Their
Productivity. Food Product Press. Imprint of The Haworth Press, Inc. New York,
London, Oxford.
Yusnaini, S.
1995. Peranan Azolla dalam Mensubstitusi Kebutuhan
Nitrogen Padi Sawah IR-64. Thesis. Program Pasca Sarjana, IPB, Bogor.
Zhang Zhuang-Ta, Ke Yu-Si, Ling De-Quan, Duan
Bing-Yuan, and Liu Xi-Lian. 1987.
Utilization of Azolla in Agricultural
Production in Guangdong Province, China. In: Azolla Utilization.
Proceeding of The Workshop on Azolla
Use. Fozhon, Fujian, China. 31 March-5
April 1985. Pp. 141-145.
sangat bermanfaat
ReplyDeleteTentang Azolla microphylla
ReplyDeletesedia azolla micropilla bandung - sms / telp / what apps : 0896 3650 3911
ReplyDeletesedia bibit azolla microphylla / tanaman paku air per paket per 1kg
kegunaan azolla :
- penghijau dan penjernih air kolam ikan, sawah, kolam terpal, kolam semen, taman air
- pakan alternatif alami ikan gurame, nila, mujair, mas, koi, lele, hias, belut, patin, katak dll
- pakan alternatif unggas : ayam, bebek, entog, angsa, broiler, pelung, bangkok, buras/kampung, itik, peking, puyuh dll
- pakan alternatif / pengganti rumput utk sapi, kambing, kerbau, domba, kelinci, hamster, babi tanpa ngarit / kemarau
- bahan baku pupuk hijau & kompos alami utk tanaman pekarangan, sawah, kebun, lahan gambut, ladang jadi sambil berkolam punya stok pupuk sendiri
- alternatif pengurai air limbah / lahan kritis berair seperti : bekas galian c, air tpa sampah, penetral air kolam / air selokan limbah industri rumahan tahu tempe / makanan tradisional dll
- penstabil keasaman air / PH dan kadar oksigen terutama kolam buatan : terpal, bak semen, toren, bioflok tebar padat
- kandungan dan kegunaan lain nya bisa dilihat dan dicari di google
what apps / sms / telp / bbm : (pasti dibales)
salam hijau dan kembalikan tanah air sebagai mana fungsi nya tanpa bahan kimia.. salam kenal admin..
Ada jual kompos azolla pak??
ReplyDeleteAda jual kompos azolla pak??
ReplyDeleteMaaf baru membalas....saya punya kelompok tani desa Binaan Fakultas Pertanian Unsoed yang menjual bibitr Azolla microphylla di Desa Banjarsari Kulon, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas.
Delete