Saturday 14 July 2012

Membentuk kemandirian pertanian: teknik membuat bokhasi dan POC berbasis biomassa Azolla microphylla dan nutrisioOrganik lainnya


PENGETAHUAN TENTANG Azolla microphylla (Am)
DAN TEKNIK PEMBUATAN PUPUK BERBASIS BIOMASSA Am: Bokashi Am 60 %, POC basis Am 40%, Nutri Pestisida basis Am, Nutrisi Jus Buah dan Sayuran.
Oleh:
Ir. R.M. Purwandaru Widyasunu Tondakusuma, MSc.Agr.
(Laboratorium Ilmu Tanah dan Manajemen Sumberdaya Lahan, Faperta, Unsoed)
HP: 082138733784
E-mail: purwandaru.widyasunu@gmail.com
Written by. September 2011
Edited by September 2016.


1.   Rasional
Sejak tahun 2001 Pemerintah telah mencanangkan budidaya tanaman pangan dengan tatakelola organik dan telah ditegaskan lagi bahwa pada tahun 2010 ini harus mulai Go Organik. Melihat kesulitan sistem dan input budidaya aneka komoditas, maka ke masa depan pertanian Indonesia (tanaman pangan, kebun, hutan) pasti akan ditetapkan Go Inputan Organik  pula. Alasannya adalah penambangan material pupuk sangat merusak ekosistem dan pasti high energy and high cost – though fully risk for ecosystem due to atmospheric, terresterial, and body water damaging hazard. Namun demikian petani dan penyuluh pertanian mengalami kegalauan terutama untuk mendapatkan material pembuatan pupuk organik untuk meningkatkan kandungan ideal (5 persen) bahan organik tanah. Tatakelola budidaya organik salah satu intinya adalah pengelolaan kesuburan tanah secara organik-biodinamik. Azolla microphylla adalah tanaman paku air yang di dalamnya hidup simbionnya Anabaena azollae. Paku air tersebut telah diteliti oleh penulis dan peneliti lain pada budidaya tunggalnya maupun budidaya tumpangsari antara tanaman Padi-Azolla dan mempunyai manfaat luar biasa untuk ketahanan pangan berbasis penggunaan lahan sawah. Manfaat luar biasanya adalah: menurunkan volatilisasi amoniak dari perairan dan tanah sawah, menambat N2 atmosfer, kandungan hara makro dan mikro biomassnya tinggi sampai cukup tinggi, mudah menggandakan diri dalam 2 malam, prospek produksi biomass maksimal di tropika bisa mencapai 20-30 ton/ha kering tiris dalam 20 hari, tumpangsari dengan padi bermanfaat pengelolaan keharaan autogenik in-situ, meningkatkan produksi padi, dan prospek tinggi biomassnya untuk pembuatan pupuk bokashi dan pupuk organik cair di tingkat petani maupun industri. Pengelolaan Azolla microphylla memerlukan rekayasa:  teknis, tata ruang, rekayasa sosial-budaya, agronomis, dan keindustrian berbasis pemberdayaan kelompok tani. Transformasi iptek dan riset dengan metode parisipatif on-farm akan mendorong petani untuk segera go padi organik. Biomassa Azolla microphylla dapat diproduksi dengan cara dual cropping (tumpangsari) dengan padi atau padi-mina-Azolla atau dibudidayakan khusus, agar akhirnya sebagian atau keseluruhan biomassnya dapat dipanen untuk pembuatan pupuk organik dan pakan ikan/ternak.
2.   Apakah Azolla microphylla itu ??
Azolla microphylla adalah tanaman paku air salah satu dari tujuh spesies Azolla yang dikenal diseluruh dunia sampai saat ini. Sebagai tanaman paku air, Azolla mampu hidup di perairan tawar dengan ketebalan air optimal 3-5 cm atau bahkan pada permukaan tanah yang lembab. Azolla microphylla bersimbiosis dengan simbionnya yaitu Cyanobakteria Anabaena azollae, sehingga mampu memfiksasi N2 (BNF= biological nitrogen fixation) dari atmosfer. Penulis cukup lama  (1996 – 2011) meneliti potensi Azolla spesies Azolla  microphylla.  Pada penelitian awal (1996-1997, 2001, 2003, 2006) diketahui bahwa pada tumpangsari Padi-Azolla, Azolla  microphylla (Am) mampu menurunkan volatilisasi NH3 (93-97%) lahan basah, meningkatkan produktivitas tanah sawah, dan menyediakan biomassa untuk pembuatan pupuk organik.  Produksi biomassa Am pada lahan sawah tropika sekitar wilayah Kabupaten Banyumas adalah antara 15-20 ton kering tiris/ha/2 minggu, produksi akan mulai menurun apabila menjelang bulan Juni (musim kemarau dan radiasi matahari berlebihan) dan akan meningkat lagi mulai bulan Oktober yaitu pada saat hujan mulai turun. Biomass Am: (i)nisbah C/N 14-15, (ii) kandungan C-organik 40,75 – 42,88 %, (iii) total N basah tiris 2,80 – 3,04 % (kering 5 – 6 %), (iv) kandungan P2O5 2,02 – 2,10 %; (v) kandungan K2O 0,1 -  2,0 % dan bilamana air banyak mengandung K maka kandungan K2O biomassnya bisa tinggi yaitu 9,06 – 9,72 %, (vi) kandungan Ca 5,88 – 6,20 %; dan (vii)  kandungan Mg 0,06 – 0,09 % dan  C-organik 40,75 – 42,88 % (data primer Widyasunu, 2009). Dengan demikian, Azolla sangat prospektif untuk mendukung pertanian organic atau program “ go organic 2010” dan seterusnya. Hanya saja kita harus melihat pada pertimbangan criteria kualitas pupuk organik menurut Permentan dan ketersediaan bahan organic lain untuk digunaan meramu pupuk organic (curah, cair).
Azolla merupakan tanaman paku air yang menghendaki lingkungan berair yang tenang (placid) namun tetap bisa hidup pada permukaan tanah yang lembab. Habitat Azolla adalah lingkungan air terutama kolam, sawah dan saluran-saluran air (Lumpkin dan Plucknett, 1982), dilaporkan pula terdapat pada rawa-rawa dekat pantai dan pada sungai-sungai di benua Amerika maupun benua Asia dan kawasan kepulauannya.  Nama daerah (lokal) Azolla tentunya di seluruh dunia berbeda, di pulau Jawa khususnya di Jawa Tengah terkenal namanya dengan apon-apon dan di Banyumas namanya apu-apuhan. Azolla, azo artinya mau kering dan ollyo artinya akan terbunuh, jadi artinya bila biomassnya menjadi kering tanaman tidak akan hidup. Azolla adalah genus dari paku air dengan heterospora yang berkembang dari satu sel awalan (leptosporangiate) (Lumpkin dan Plucknett, 1982). Ada tujuh spesies Azolla yaitu A. caroliniana, A. filiculoides, A. mexicana, A. microphylla, A. rubra, A. nilotica, dan A. pinnata. Azolla microphylla  dicirikan oleh trichome hanya pada lembar daunnya, kondisi masih berkembang tiap frond-nya berdiameter horisontal 1-3 cm dan mempunyai dua atau lebih flabelliform rhizome utama dengan cabang lateral. Warnanya hijau muda sampai hijau agak tua dengan sedikit warna lebih kuning dari spesies lainnya; akar panjangnya bisa 1-2 cm bila tumbuh subur. Temperatur udara yang sesuai untuk Azolla berkisar antara 20-35°C, sedangkan keperluan pH air/lumpur  juga juga bervariasi antara 4-7 dan bertahan pada penerimaan pencahayaan > 25 % (Lumpkin, 1987). A. microphylla dapat berkembang dengan optimal di wilayah kabupaten Banyumas baik pada saat musim hujan maupun kemarau asalkan ada suplai air di sawah, pada kondisi sedikit melumpur masih bertahan untuk berkembang, pH air antara 6,0-8,5 masih berkembang baik, temperatur udara 28-30° C belum menunjukkan daur terbakar (Widyasunu, 1997), namun bila penyinaran sampai permukaan frond (populasi) melebihi 70-80% A. microphylla menunjukkan daun coklat dan terbakar sehingga pertumbuhan dan perkembangan juga terhambat (data primer Widyasunu, 2009), namun dapat diperbaiki dengan pemberian fosfat dan glukosa (data primer Widyasunu, 2010). Menurut Tel Or et al. (1991), gula (sukrosa, fruktosa dan glukosa) mampu meningkatkan fiksasi N udara oleh Cyanobacteria simbion dari Azolla karena alga biru hujau tersebut memerlukan gula sebagai sumber karbon. Mekanisme penggunaan gula oleh Cyanobacteria dalam Azolla dapat direview dalam tulisan berbagai tim peneliti dalam Tel Or et al. (1991).
Azolla micropylla mampu menghasilkan N dalam ekosistem perairan karena dalam rongga-rongga kamar daunnya tersimpan hidup Anabaena Azollae secara mutualistik yang mampu memfiksasi N2 udara (Lumpkin dan Plucknett, 1982).  Oleh karena itu, Azolla-Anabaena Azollae mampu menyumbang N-BNF bagi padi sawah (Lumpkin, 1987; Mabbayad, 1987; Johal, 1986; Roger dan Ladha, 1992).  Di samping itu Azolla juga dilaporkan oleh banyak peneliti mampu meningkatkan efisiensi pemupukan urea (Moeller, 1994; Vlek et al., 1995; Widyasunu, 1997; Widyasunu et al., 1998). Di Thailand (Loudhapasitiporn dan Kanareugsa, 1987), Filipina (Roger dan Watanabe, 1977; Mabbayad, 1987), India (Kannaiyan, 1987), Cina (Zhang et al., 1987), dan banyak negara lainnya (IRRI, 1987), Azolla telah lama dikembangkan dan hasilnya mendongkrak produksi padi nasional negara-negara tersebut karena tingginya efisiensi pemupukan nitrogen-urea, bahkan masih berlangsung hingga saat ini.  Di Indonesia Azolla juga pernah dikembangkan namun belum mendapatkan perhatian serius oleh Departemen Pertanian walaupun telah diketahui manfaat yang luar biasa dari Azolla. Penelitian manfaat agronomis Azolla di Indonesia belum banyak ditemukan setelah tahun 1990 (studi jurnal SSAJ 1990– 2000), namun di Jerman (Cisse dan Vlek, 2003) dan di Filipina (De Macale dan Vlek, 2004) pada tahun-tahun tersebut masih menelitinya. Sudah saatnya sekarang di Indonesia dikaji manfaat Azolla namun lebih ditekankan untuk pemanfaatannya sebagai biomass pembuatan pupuk organik, sebagai metode BNF dalam dual cropping padi organik-azolla, dan perencanaan pemanfaatannya ke arah mengatasi pemanasan global dan sebagai sumber energi.
Kalau manfaat luar biasa Azolla microphylla bagi dunia pertanian dan lingkungan tidak segera dikaji sampai advance, maka hal itu akan menunda keputusan kita untuk segera memandirikan petani dan pertanian dan menunda upaya kita melindungi planet bumi kita dari cepatnya peningkatan pemanasan global. Azolla di China utara (You, et al., 1982), penangkapan N2 udara (BNF) oleh azolla pada sistem dual crop padi-azolla adalah sebesar 40-60 %/musim atau hitungannya setara 5 kg N/ha/5-6 hari pada kondisi iklim optimal. Pada tahun 2009 (data primer Widyasunu, 2009), Azolla microphylla yang di kembangkan secara mini bank di Purwokerto, kandungan N nya sebesar 5 – 6 % biomass kering udara, hitungan kemampuan fiksasi N2 adalah 500 – 600 kg N/musim. Perlu saya tambahkan lagi bahwa Azolla sangat perlu dipraktikkan dengan serius sebagai komoditas baru sebagai bahan input pupuk murah, juga sebagai bahan pakan ikan dan ternak darat (Widyasunu et al., 2010).  Selanjutnya diperlukan rekayasa social budidaya pada tingat masyarakat tani yang harus di-backup oleh Pemerintah dan Perguruan Tinggi. Rekayasa social budaya yang dimaksudkan adalah aplikasinya pada budidaya padi-mina-Am atau kolam ikan basis pakan Am.
Kemampuan Azolla microphylla memfiksasi N lebih tinggi dibandingkan dengan Crotalaria rostrata yang hanya sebesar 303 kg N/ha/th (Roger dan Ladha, 1992).  Tulisan saya yang lain saya sajikan di belakang untuk mengetahui perbandingan antara Azolla dengan biomassa tanaman bahan pupuk lainnya dan kotoran hewan. Potensi itu menjadikan Azolla sangat strategis dikembangkan sebagai sumberdaya basis pengembangan pupuk organik di pedesaan. Potensi memfikasasi Azolla paling mutakhir dapat didekati dengan persen kandungan N yaitu 5 – 6 % dalam biomassanya (Widyasunu, 2009), apabila dianggap pembebasan N bersih sebesar 70 % nya maka N terbebas autogenik potensinya bisa sebesar 350–420 kg N/ha/musim tanam padi. Selain pemfiksasi N jumlah tinggi, Azolla juga mudah berkembangbiak pada lahan sawah, namun tidak merupakan saingan padi dalam hal penggunaan hara kalium, biomassanya yang tenggelam pada lumpur mudah terdekomposisi dan membebaskan amonium sebanyak 62-75 % dari total N dalam waktu 6 minggu (Watanabe et al., 1977). Widyasunu (1998) mendapatkan waktu dekomposisi N dari biomass Azolla juga tidak lebih dalam 6 minggu. Azolla hidup mampu mengikat N udara karena Anabaena, namun juga mampu mengimobilisasi 68 % N pupuk-15N, namun 45 % nya mengalami re-mineralisasi setelah panenan padi (Cisse dan Vlek, 2003).  De Macale dan Vlek (2004), melaporkan bahwa pupuk-15N terserap 77 – 99 % oleh padi yang dibudidayakan tumpangsari dengan Azolla. Data nisbah C/N Azolla microphylla paling akhir menunjukkan kisaran 14,09 – 14,57 kondisi kering oven, sehingga Azolla microphylla memang cepat terdekomposisi (Widyasunu, 2009). Narasi sejarah antara tahun 1995 – 2009 tersebut menunjukkan bahwa Azolla masih sangat baik untuk menolong petani dalam menghambat volatilisasi amoniak dan berpotensi besar sebagai pabrik N-BNF hidup dan keharaan makro dan mikro lahan sawah yang berkelanjutan. Data dan informasi riset dasar dan aplikatif agronomis/lingkungan terdokumentasi dengan baik oleh penulis.
3.      Teknologi Pembuatan Bokashi Berbasis Azolla microphylla 60 %
Lakukanlah kegiatan atau pekerjaan di bawah ini:
a.       Kumpulkan bahan-bahan organic local (sekitar lahan desa sendiri) sampai sejumlah ruah dan ragam yang diperlukan. Petani harus mampu mengadakannya bersama dengan POKTAN. Hal ini akan mengurangi semaksimal mungkin ketergantungan pada pupuk pabrikan dan menggunakan bahan local berarti mengurangi biaya transportasi ==รจ clean agriculture (mendukung program pertanian bersih FAO dan IPCC).
b.      Bahan yang dikumpulkan: Am kering tiris 40 %, kohe sapi + urin 10 %, kohe ayam petelur 10%, rebung bamboo 10%, ikan lele atau local lainnya 5 %, sayuran local 15 %, dan buah local 10 %.
c.       Perlakuan terhadap masing-masing bahan: biomassa Am kering tiris, kohe sapi dan ayam bila dari bahan agak kering dihaluskan, rebung bamboo diiris-iris halus, ikan lele/local diambil dagingnya dan jerohannya kemudian dihaluskan, semua sayuran dan buah dipotong-potong kecil (1-2 cm). Untuk budidaya padi sayuran dapat digantikan oleh jerami padi (namun lama dekomposisi sempurnanya kecuali menggunakan MOL mengandung mikroba pengurai pectin dan lignin). Semua bahan dimasukkan ke dalam reactor dan dicampurkan jadi satu, merata, dan disemprot dengan MOL yang berisi mikroba efektif.
d.      Perlu diperhatikan agar kadar air jangan pernah melebihi 50 %, kadar air yang optimal sekitar 25-30 %. Reaktor perlu ditutup apabila menghendaki proses anaerobic, namun tetap perlu dilakukan pengadukan tiap seminggu sekali sehingga proses sesungguhnya adalah semi anaerobik. Semua bahan peragam apabila tercampur sempurna akan terdekomposisi sempurna mulai minggu ke-4. Reaktor bisa permanen (rumah pengkomposan POKTAN), bisa juga sederhana menggunakan tong atau ditumbun dalam tanah kemudian ditutupi plastic terutama pengkomposan musim hujan.
e.       Untuk keperluan 1,0 ha lahan kering/sawah dengan asal bahan organic awal 2,5 % diperlukan bokhasi 35-40 ton/ha
f.       Bokashi basis Am 60 % yang telah teruji kualitas baik adalah dengan atribut fisika gembur-kering, berwarna hitam, bila diperas tidak atau sangat sedikit keluar air perasan berwarna hitam-coklat tua; sifat kimia penting adalah C/N < 10 dengan C-organik > 20 %, pH 6,0-6,8, N-total 2-5 %, P2O5 1-2 %, K2O 2-3 %, Ca 2-4 %, dan Mg 5-8 % (Widyasunu, 2010).
g.      Apabila diperlukan maka bokashi basis Am 60% dapat dijadikan biang POC bila ditambahkan air 25 %. Nilai keharaannya sangat tinggi. POC-biang Am ini bila dipecah dengan teknologi nano maka haranya bisa langsung diserap oleh daun tanaman. Hal tersebut akan dijadikan materi riset fundamental tahun depan. Am yang dikeringkan mutlak akan menjadi Am kering, bermanfaat untuk media tanaman hias.

Catatan komparatif:
Universitas Hawai di Manoa-Honolulu mendapatkan bahwa Azolla mempunyai keharaan: P2O5 0.38–0.43%, K2O 2.5%, Ca 1.0%, and Mg 1.2 Kandungan N jaringan Azolla antara 2 - 6.5%, dan C:N ratio sekitar 10 (Ferentinos et al., 2002).

4.      Tata laksana pembuatan POC-Am 40 %
Tata laksana pembuatan POC-Am 40 % meliputi berbagai pekerjaan berurutan sebagai berikut:
a.       Bahan-bahan sebaiknya juga 100 % didapatkan dari desa sendiri atau lahan POKTAN sendiri. Teknologi Tepat Guna (TGT) ini juga dalam rangka membentuk “Clean Agriculture”. Tidak akan ada petani maupun institusi Pemerintahan yang menentang teknologi ini karena merupakan TGT yang pro”Green Agriculture”.
b.      Komposisi bahan-bahannya: Am kering tiris 40 %, kohe sapi + urin 10 %,  kohe ayam petelur 10 %, rebung bamboo 5 %, ikan lele atau ikan local atau jerohan ayam 10 %, aneka sayuran local (kerokot, ginseng local, bayam, kangkung air. Semua dicacah lembut) 20 %, buah pisang dan papaya 5 %. Buah dan sayuran bisa digantikan dengan bahan buah dan sayuran local tersedia di perdesaan.
c.       Semua bahan dihaluskan atau dipotong/dicacah kecil-kecil atau lembut kemudian dimasukkan ke dalam tong reactor POC, diaduk pelan-pelan kemudian semprotkanlah campuran MOL+ BAL satu liter dalam 100 liter air  untuk tiap 0,5  ton bahan campuran.
d.      Tahap berikutnya adalah pengadukan bahan dan tutuplah tong selama satu minggu.
e.       Setelah satu minggu tutup dibuka kemudian ditambahkan air 150 liter sehingga perbandingan bahan padatan : air = 500 : 250 atau 2:1.
f.       Dilakukan penutupan kembali dan dibiarkan selama satu bulan.
g.      Setelah satu bulan buka tutupnya kemudian diaduk sampai semua bahan halus menjadi suspensi larutan POC dan dilakukan penyaringan.
h.      Biasanya pH akhir POC antara 4,5 -5,8, tergantung dengan adanya bahan tambahan organic yang mengandung fosfat atau kalsium pH bisa meningat menjadi agak netral (6,0-6,5).
i.        Penggunaan 5 ml POC diencerkan menjadi 50 ml – 100 ml.

5.      Tatalaksana pembuatan nutripestisida organic basis Am
a.       Pembuatan nutripestisida organic berbasis Am juga menggunakan 100% bahan local desa sendiri. Dengan demikian semua bahan untuk pembuatan input organic harus direkayasa social-budaya untuk dibudidayakan sendiri di lahan manapun dalam desa sendiri.
b.      Bahan-bahan: (i) Am yang sangat utuh akar dan daun yang sudah bertumpuk-tumpuk dan sangat basah karena mengandung banyak hormone dan biota (sumber protein di luar biomassa azolla yaitu Protozoa, Crustacea, Mollusca, Nematoda, Coelentrata, Insecta, Rotifera, Alga, jamur, dan Actinomycetes) dan merupakan sumber mikroba berguna (Protozoa) (acu tulisan Etikawati dan Jutono, 2000), (ii) bahan empon-empon terdiri dari jahe, temulawak, kunir putih, dan (iii) herbal terdiri dari daun sirsat, daun mimba, buah maja, dan umbi gadung. Semua bahan dalam (ii) dan (iii) diberikan  proporsi bobot sama dan perbandingan antara bahan (i) : (ii) : (iii) = 1 : 1 : 1. Dengan demikian nutripestisida basis Am ini mengandung banyak hara, hormone, dan protein.
c.       Untuk keperluan Poktan dengan hamparan sawah 25 ha memerlukan bahan 1 ton dari ketiga macam bahan tersebut.
d.      Semua bahan dihaluskan atau dicacah sangat halus kemudian dimasukkan dalam container (tong plastic) dengan volume 250 - 500 liter untuk memasukkan ke dalamnya bahan-bahan campuran halus sebanyak 150 – 400 kg dan difermentasikan dengan gula nira kelapa yang bebas pengawet (formalin, borax, dsb.). Gula kelapa 50 -100 kg diencerkan dengan air agak pekat (10-20 liter), masukkan ke dalam container yang telah berisi bahan-bahan pestisida organic tersebut kemudian aduk merata. Tutup container rapat-rapat dan biarkan selama 3 minggu. Gunakan air sumur dalam, jangan air PDAM karena mengandung kaporit.
e.       Tutup container diberi lubang sebesar mata paku kecil 2-3 lubang untuk menghindari peledakan gas hasil fermentasi.
f.       Setelah 3 minggu diaduk bahan agar bercampur homogen dengan air setelah itu disaring termasuk bahan tersuspensi sedemikian rupa agar lolos saringan. Ini merupakan biang pestisida organic. Ampas dapat digunakan sebagai pencampur bahan bokashi.
g.      Dosis penggunaannya adalah 5 ml diencerkan menjadi 1000 ml. Aplikasinya sebagai pestisida rutin satu minggu sekali dengan cara menyemprotkan pada sekujur tanaman. Nutripestisida ini mengandung hara fungsional, hormone akar Azolla microphylla, dan protein, oleh karena Tim memberi nama sebagai Nutri-Pestisida-Am. Dengan demikian penggunaan rutin sebagai pestisida organic juga memberi nutrisi kepada tanaman. Rencana ke depan akan dicoba untuk riset fundamental bagaimana bahan organic di dalamnya menjadi bisa diserap tanaman dengan teknologi nano (P. Widyasunu-Pen.2011).
                                      

Tabel 1. Komposisi bahan pembuatan bokashi-60% Am (Widyasunu et al., 2011c)
Nama produk
Komposisi Bahan
Prosentase
Keterangan
Bokashi-Am 60 %
Am kering tiris
40
Penirisan 30 menit
Kohe sapi + urin
10
Segar (80:20)
Kohe ayam petelur
10
Kering
Rebung bambu
5
Segar dicacah
Ikan lele
10
Segar dicacah buang tulangnya
Bokashi-Am 60 %
Kadar air penyemprotan BAL + MOL jagung + MOL bamboo 25 %  x bobot segar total bahan.

Penyemprotan
air 5 kali bersama-an dengan proses pengadukan.
Proses semi anaerob 2 bulan.
Aneka sayuran lokal
15
Kerokot, ginseng local, bayam, kangkung air. Semua dicacah lembut
Buah pisang dan pepaya
10
Lokal. Dicacah lemut bersama kulitnya.
HASIL ANALISIS KIMIA disajikan pada Tabel 3.

Tabel 2. Komposisi bahan pembuatan POC-40% Am (Widyasunu et al., 2011c)
Nama produk
Komposisi Bahan
Prosentase
Keterangan
POC-40% Am
Air = 100 % x bobot segar total bahan bokashi.
Air diberikan 5 kali bersamaan dengan proses pengadukan bahan selama 2 bulan.
Dekomposer: BAL + MOL jagung + MOL bamboo.
Proses semi  anaerob.

Am kering tiris
40
Penirisan 30 menit
Kohe sapi + urin
10
Segar (80:20)
Kohe ayam petelur
10
Kering
Rebung bambu
5
Segar dicacah
Ikan lele
10
Segar dihaluskan
Aneka sayuran lokal
20
Kerokot, ginseng local, bayam, kangkung air. Semua dicacah lembut
Buah pisang dan pepaya
5
Lokal. Dicacah lemut bersama kulitnya.
HASIL ANALISIS KIMIA disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan hara produk bokashi dan POC, dan air kolam lele basis bahan dan pakan dari biomassa Azolla microphylla (Am)

Keharaan
Bokashi-Am 60 %
POC-Am 40 %
POC-Am 100 %
AK Lele pakan Am 30 % (ppm)
a)
b)
a)
b)
a)
b)
a)
b)
P2O5 total
2,48
1,08
0,19
m.a.
-
102,02
30,58
109,19-110,83
K2O total
0,65
163
0,35
m.a.
-
214,13
24,64
165,87-178,51
C/N
12,84
9,54
82,48
m.a.
-
0,726
3,02
1,21-1,36
pH
7,38
6,8
4,01
m.a.
-
6,86
6,77
6,78-7,45
Bahan ikutan (plastic,kerikil)
-
-
-
-
-
-
-
-
     data riset Widyasunu et al. (2010); b) data PKM Riset Widyasunu et al., 2011.(m.a.= masih dilakukan analisis di Lab. Tanah).


6.   Pembuatan aneka jus sayuran dan buah
6.1. Jus sayuran
Bahan dan peralatan
Bahan yang dipergunakan berasadari loka desa yang kita kelola. Bahan adalah harus mudah diperoleh dan murah, jangan merupakan bahan sayuran yang sedang dipergunakan untuk konsumsi, tetapi lebih tepat mencari bahan sisa rumah tangga perdesaan atau memang sengaja ditanam. Contoh bahan-bahan: daun dan batang bayam, kangkung, ubi jalar, kerokot, ginseng, melon, semangka, dll. Juga diperlukan gula merah non pengawet sintetik dan air sumur dalam.
Peralatan sederhana yang diperlukan terdiri dari: kendil dari tanah liat atau tong plastic sebagai reactor, pengaduk pisau pencacah dan penumbuk material. Ukuran volume reactor tergantung jumlah yang akan dibuat atau diperlukan.
6.1.2.      Prosedur
a.       Langkah awal adalah mencari dan mengumpulkan bahan-bahan contoh di atas untuk dibuat menjadi jus sayuran.
b.      Semua bahan dibersihkan dari kotoran cemaran (dengan air mengair).
c.       Semua bahan dicacah atau dihaluskan seperlunya dengan ukuran semakin kecil/halus semakin baik. Kalau diperlukan dilakukan peremasan.
d.      Bahan halus dimasukkan ke dalam reactor dan ditambahkan larutan gula merah. Perbandingan bobot campuran bahan sayuran dan gula merah 1 : 1. Encerkan gula merah dengan cara merebus dengan air dengan perbandingan bobot gula merah : air = 1 : 1. Pengadukan bahan diperluan hingga tercampur merata (homogen).
e.       Tutup kendil dengan kertas atau tong dengan penutupnya namun tutuptong harus diberi 2-3 lubang udara seukuran mata paku kecil untuk menghindari meletus setelah proses fermentasi > 21 hari.
f.       Setelah 3 minggu buka tutupnya, akan nampak berbagai tampilan warna jamur (di dalamnya juga juga berkembang beragam bakteri yang berasal dari lahan asal bahan sayur dan dari udara).
g.      Aduklah homogen dan tutup lagi selama seminggu sebagai proses finishing agar bakteri aerob bertambah. Setelah seminggu buka tutup dan lakukan pengadukan lagi.
h.      Dilakukan penyaringan dengan saringan kain halus atau bahan kaos sehingga didapatkan ekstrak halus jus. Namun demikian, banyak rekan-rekan petani yang telah lama go-organik tidak melakukan penyaringan halus tetapi agak kasar dengan tujuan bagian suspensi sayur ikut diberikan kepada tanaman dan jatuh di atas permukaan tanah.
i.        Apabila diperoleh jumlah banyak karena memang demikian perencanaan untuk Poktan, maka jus sayur dapat disimpan dalam botol yang tutupnya diberi lubang kecil.
6.1.3.      Aplikasi
Jus sayur yang disimpan dalam botol atau kendil atau tong setelah disaring halus maupun kasar adalah biang jus yang penggunaannya diperlukan pengenceran. Pengenceran dilaksanakan pada saat akan diaplikasikan. Gunakan 5 ml biang jus sayur dalam 500-1000 ml air sumur dalam. Aplikasi dengan cara disemprotkan pada sekujur organ tanaman dan biarkan turun sampai kepermukaan tanah. Lakukan penyemprotan seminggu sekali sampai mencapai awal tahap generative. Setelah itu berikan jus asam amino. Pemberian jus sayuran dapat dicampur dengan jus buah agar efisien tenaga kerja. Dosis perbandingan pencampuran biang jus sayur : biang jus buah = 1 : 1.

6.2.       Jus buah
Jus buah input budidaya tanaman adalah aneka bahan buah atau satu macam buah yang dijadikan jus buah sebagai bahan suplemen hara untuk tanaman pertanian. Jus buah dibuat dari bahan-bahan buahyang sebaiknya keterdapatannya local sehingga tidak membebani harga tinggi dan mengurangi pemakaian bahan bakar fosil untuk sarana distribusinya dari daerah ke daerah lain. Dengan demikian apabila sumbernya lokal  makaakan menunjang atau men-sukseskan program FAO yaitu clean and green agriculture. Jus buah bersama jus sayuran diaplikasikan pada saat vegetatif tanaman. Pada saat awal generative perlu diberikan hara P lebih tinggi yang bisa diberikan dalam bentuk P-organik (bonggol dan batang pisang atau daun Tithonia sp., atau jus asam amino).
6.2.2.   Bahan-bahan
Bahan-bahan buah yang mudah diperoleh di perdesaan antara lain: mangga, pisang, papaya, kersen, jambu, belimbing, melon, jeruk, nanas. Khusus untuk nanas perlu dibuat single (tidak dicampur) karena tajam untuk pestisida organic terhadap berbagai hama.
6.2.3.   Prosedur
a.       Mencari dan mengumpulkan bahan-bahan contoh di atas untuk dibuat menjadi jus buah.
b.      Semua bahan dibersihkan dari kotoran cemaran dengan air mengair.
c.       Semua bahan dicacah atau dipotong-potong atau dihaluskan seperlunya dengan ukuran semakin kecil/halus semakin baik. Kalau diperlukan dilakukan peremasan.
d.      Semua bahan halus dimasukkan ke dalam reactor dan ditambahkan larutan kental gula merah. Perbandingan bobot campuran bahan sayuran dan gula merah 1 : 1. Gula merah diencerkan dengan cara direbus dengan air dengan perbandingan bobot gula merah : air = 1 : 1. Setelah semua bahan dimasukkan, dilakukan pengadukan bahan hingga tercampur merata (homogen).
e.       Tutup kendil dengan kertas atau tong dengan penutupnya namun tutup tong harus diberi 2-3 lubang udara seukuran mata paku kecil untuk menghindari meletus setelah proses fermentasi > 21 hari.
f.       Setelah 3 minggu boleh dibuka tutupnya, maka akan nampak berbagai tampilan warna jamur, di mana di dalamnya juga juga berkembang beragam bakteri yang berasal dari lahan asal bahan sayur dan dari udara.
g.      Aduklah homogen dan tutup lagi selama seminggu sebagai proses finishing agar bakteri aerob bertambah. Setelah seminggu buka tutup dan lakukan pengadukan lagi.
h.      Dilakukan penyaringan dengan saringan kain halus atau bahan kaos sehingga didapatkan ekstrak halus jus. Namun demikian, banyak rekan-rekan petaniyang telah lama go-organik tidak melakukan penyaringan halus tetapi agak kasar dengan tujuan bagian suspensi buah ikut diberikan kepada tanaman dan jatuh di atas permukaan tanah.
i.        Jus buah dapat disimpan dalam botol yang tutupnya diberi lubang kecil.
6.2.4.   Aplikasi
 Jus buah yang disimpan dalam botol atau kendil atau tong setelah disaring halus maupun kasar adalah biang jus (memerlukan pengenceran). Pengenceran dilaksanakan pada saat akan diaplikasikan. Gunakan 5 ml biang jus buah dalam 500-1000 ml air sumur dalam. Aplikasi dengan cara disemprotkan pada sekujur organ tanaman dan biarkan larutan turun sampai kepermukaan tanah. Lakukan penyemprotan seminggu sekali sampai mencapai awal tahap generative. Setelah itu berikan jus asam amino.

DAFTAR PUSTAKA

Daftar Referensi Hasil Riset Empirikal dan Praktikal Sendiri:
Widyasunu, P., Abubakar, T, Ariati, dan S.W. Utami. 2011 a. Efek Bokashi dan  POC Basis Biomassa Azolla microphylla, serta Jarak Tanam Dakhil Dalam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Pandanwangi.   Prosiding Semnas Pemuliaan Berbasis Potensi dan Kearifan Lokal Menghadapi Tantangan Globalisasi. Peripi Komda Banyumas dan LPPM Unsoed, 8-9 Juli 2011. ISBN: 978602192390. Hal: 254-259.

Widyasunu,P., dan B.S. Susilo. 2011 b. Uji Bokashi, Pupuk Organik Cair, dan Air Kolam Lele Basis Biomassa Azolla microphylla untruk Pengelolaan Hara Padi  Organik SRI. Prosiding Semnas Pengembangan Sumberdaya Pedesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan. ISBN: 978-979-9204-51.6. Purwokerto, 23-24 November 2011. Puslit Pangan, Gizi, dan Kesehatan. LPPM Unsoed, Purwokerto.

Widyasunu,P., Supartoto, dan Roesdiyanto. 2011 c. Penerapan Teknologi Permakultur Padi, Sayuran, Ikan Lele, dan Itik Menggunakan Pupuk Organik dan Pakan Berbasis Biomassa Azolla microphylla Menuju Pertanian Mandiri. Laporan PKM Berbasis Riset 2011. LPPM Unsoed, Purwokerto.

Widyasunu,P., Supartoto, dan Roesdiyanto. 2011 d. Penerapan Teknologi Permakultur Padi, Sayuran, Ikan Lele, dan Itik Input Basis Azolla microphylla Menuju Pertanian Mandiri. Artikel Ilmiah PKM Berbasis Riset 2011. LPPM Unsoed, Purwokerto.

Widyasunu, P. 2011. Manfaat Azolla microphylla untuk Pelaksanaan “Clean agriculture” Prosiding SemnasLingkungan Hidup 2011: Pengembangan Teknologi Pertanian Berwawasan Lingkungan. Purwokerto, 10 November 2011. Fakultas Pertanian Unsoed.

Maryanto, J., B. Setiadji, T. Ariati, dan P. Widyasunu. 2010. Penyuluhan Praktik Pertanian Organik Menggunakan Unit Lahan Sawah dan Pekarangan di Desa Karanggintung, Kec. Sumbang, Kab. Banyumas. Laporan Pengabdian Kepada Masyarakat, Faperta, Unsoed.
Widyasunu, P., Sari W. Utami, dan M. Arafat. 2011 a. Manuskrip untuk Jurnal Agronomika (data primer): hasil analisis serapan N dan P oleh padi Pandanwangi organic SRI. Laboratorium Tanah. Fakultas Pertanian, Unsoed, Purwokerto.
Widyasunu, P.,Abubakar,dan T.Ariati. 2011 b. Laporan Penelitian. Faperta Unsoed.
Widyasunu, P. 2010. Peranan Azolla microphylla Dalam Penyelenggaraan Go Budidaya Padi Organik. Proceeding Seminar Hari Lingkungan Hidup Sedunia: Tata Ruang Peternakan Rakyat Produktif Guna Mendukung Pertanian Berkelanjutan untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Masyarakat. Purwokerto, 12 Juni 2010. Program Magister Sains Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana. Universitas Jenderal Soedirman.
Widyasunu, P., Abubakar, dan T. Ariati. 2010 a. Manfaat Pemberian Bokhasi dan POC dan Bokhasi Berbasis Biomass Azolla microphylla untuk Keharaan N dan P Padi Pandanwangi Metode SRI. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Pertanian, Unsoed, Purwokerto.
Widyasunu, P., R.G.B. Gunawan., dan J.F.D. Boma. 2010 b. Probiotik Organik dan Cara Pembuatannya untuk Pertanian Organik Berbahan Input Lokal. Manuskrip dan Data Primer: hasil riset praktikal. Probiotik Organik Miracle Green Purwokerto..
Widyasunu, P., R.G.B. Gunawan., dan J.F.D. Boma. 2010 c. Peranan Probiotik Organik dan Biomassa Azolla microphylla dalam Budidaya Padi Organik SRI : studi pada lahan demplot kecil system permakultur padi-ikan-Am. Manuskrip dan Data Primer. Probiotik Organik Miracle Green Purwokerto.
Widyasunu, P., J. Maryanto, dan Bambang S. Susilo. 2010 d. Budidaya Azolla micro-phylla dan Pembuatan Pupuk Bokhasi dan Pupuk Organik Cair Berbasis Biomassa Azolla untuk Masyarakat Ciwarak Desa Karanggintung. Artikel hasil kegiatan PKM Dipa PNBP Unsoed T.A. 2010.
Widyasunu, P. 2009. Data Primer: hasil pengukuran kandungan C, N, P, K, S, Ca, dan Mg biomassa Azolla microphylla yang dibudidayakan dua tahun pada media konservator di Purwokerto. Data ada pada peneliti.
Widyasunu, P., Kurniasari, dan Purwanti, H. 2006. Studi Pemanfaatan Bahan Organik Berbasis Azolla dan Pemupukan Urea, SP-36, dan KCl terhadap Keharaan Nitrogen, Fosfat, dan Kalium Tanah Sawah. Kolaborasi Riset dengan Mahasiswa Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Unsoed. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian, Unsoed, Purwokerto.
Widyasunu, P., Sisno, Susilo, B.S., Aryadi. 2001. Optimalisasi Pemanfaatan Limbah Rumah Tangga dan Limbah Pertanian sebagai Alternatif Pengganti Pupuk Anorganik. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Widyasunu, P., P.L.G. Vlek, A.M. Moawad, and I. Anas. 1998. Ability of Azolla in Reducing Ammonia Volatilization in Waterfed Rice Field. Agrin – Jurnal Penelitian Pertanian Faperta Unsoed Vol. 2 No. 4, April 1998.
Widyasunu, P. dan Bondansari. 1998. Pengaruh Inokulasi Azolla Segar terhadap Produksi Padi Varietas IR-64 (Percobaan Skala Pot). Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian, Unsoed, Purwokerto.
Widyasunu, P. 1997. The Role of Azolla Microphylla in Reducing The Ammonia Volatilization in Flooded Rice Fertilized with Urea. Thesis (1997) in Goettingen University, Germany.

Daftar Referensi Suplement:
Agricutural Training Institute Regional Training Centre VIII. 2006. Farmer’s Guide on Bio-Organic Inputs from Plants, Fish and Animal Liquid Extracts.  Visayas State University, Baybay, Leyle. The Philippines. E-mail: ati_rtc8@yahoo.com.ph; URL:http//www.ati.da.gov.ph/rtc8. Diambil sebagian dan disarikan oleh Widyasunu, P. 2010. Untuk kepentingan penyuluhan pertanian organic dan kemandirian desa pertanian terpadu berkelanjutan.
Carandang, Gil A. 2003. Indigenous Microorganisms: grown your own beneficial microorganisms and bionutrients in natural farming. Herbana Farms. Burol, Calamba City, Philippines.
Craig, Stephen R., and E, McLean. 2007. Designing Organic Aquaculture Sistems: can we integrate microbial products and by-products?. Virginia/Maryland Regional College of Veterinary Medicine and Dept. of Fisheries and Wildlife Sciences, Virginia Polytechnic Institute and State University, Blacksburg, Virginia, USA.
Etikawati, N.,dan Jutono. 2000. Perkembangan Biota pada Perakaran Azolla microphyla Kaulfuss. Biodiversitas. Vol. 1, No.1,Hal: 30-35. Januari 2000.
Mollison, B.C and D. Holmgren, 1978. Permaculture: A perennial agricultural system for human settlements.  Transworld Publishers (Melbourne).  128 p
Nasseri, A.T., S. Rasoul-Amini, M.H. Morowvat, and Y. Ghasemi. 2011. Single Cell Protein and Process. American Journal of Food Technology 6(2): 103-116.
Lisa Ferentinos, Jody Smith, and Hector Valenzuela.2002. Azolla. Department of  Natural Resources and Environmental Management and Departement of Tropical Plant and Soil Sciences. Universityof Hawaii at Manoa, Honolulu, Hawaii 96822. Sustainable Agriculture Green Manure Crops. Aug. 2002, SA-GM-2.
Lumpkin, T.A., and D.L. Plucknett. 1982. Azolla as a Green Manure: Use and Management in Crop Production. Westview Tropical Agriculture, Series No. 5.  Westview Press/Boulder, Colorado.
Permentan No. 02, 2006.  Tentang Pupuk Organik dan Pembenah Tanah. 17 Halaman.
Permentan No. 28, 2009.  Tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah. 16 halaman.
Ray, Thomas B., Gerald A. Peters, Robert E. Toia, Jr., and Berger C. Mayne. 1978. Azolla-Anabaena Relationship. VII. Distribution of Ammonia-Assimilating Enzymes, Protein, and Chlorophyll Between Host and Symbiont. Plant Physiol. (1978) 62: 463-467.
Ray, Thomas B., Berger C. Mayne, Robert E. Toia, Jr., and Gerald A. Peters. 1979. Azolla-Anabaena Relationship. VIII. Photosynthetic Charac-terization of The Association and Individual Partners. Plant Physiol. (1979) 64: 791-795.
Subba Rao, N.S. 1999. Soil Microbiology. Fourth Edition of Soil Microorganisms and Plant Growth. Science Publishers, Inc., USA.
Supriyatna, A. 2011. Pengaruh Pemberian Zeolit dan Batuan Fosfat Alam terhadap N dan P Tersedia Tanah sertaSerapan N dan oleh Tanaman Tithonia diversifolia pada Andisol. Skripsi. Fakultas Pertanian Unsoed, Purwokerto.
WASSAN and CSA. 2006. System Rice Intensification: an emerging alternative. Supported by WWF-ICRISAT (Dialogue Project). ICRISAT, Patancheru, Hyderabat. Andhra Pradest, India. (WASSAN = Watershed Support Services and Activities Network; CSA = Centre for Sustainable.


No comments:

Post a Comment